Kamis, 31 Juli 2014

Ilyas Syifa

"Assalamu'alaikum"

   Ucapnya kepadaku yang mengendarai motor lengkap dengan helm sambil memberi hormat layaknya peserta upacara kepada pembina.Wajahnya berbinar-binar, ikhlas sekali menyampaikan doa keselamatan kepadaku.

"Wa'alaikumussalam"

  Balasku sambil juga menghormat kepadanya.Subhanallah,ucapku dalam hati.Betapa senangnya hatiku saat itu mendapat perlakuan/penghormatan yang luar biasa dari siswa yang kusayangi.

   Saat itu sebenarnya adalah hari yang cukup berat bagiku.Terus berpikir keras bagaimana cara mengkondisikan siswa/i yang tak kunjung memiliki minat untuk belajar dengan segala macam ulahnya.

   Ilyas Syifa, telah mengobati psikisku yang sakit. Ia membuatku kembali tersenyum lebar. Menguatkan kakiku melangkah masuk kelas menghadapi siswa yang tak segan meludahiku.



   Ilyas Syifa. Aku ingin ia tahu betapa bangganya aku saat engkau dan kawan-kawan menaiki podium di MILO CUP 2011. Malam itu seperti mimpi yang tak ingin segera berakhir. Tiupan keras terompet suporter,musik keras iringi kemenangan kita, kembang api, trophy dan medali yang kalian sandang.Wartawan yang mewawancarai. Subhanallah, Alhamdulillah.

   Mungkin semuanya keindahan di atas takkan terulang hingga adik-adik kelasmu mempunyai semangat dan akhlak yang baik terhadap guru-guru mereka.Tak sedikit guru-guru yang telah berbuat banyak demi perkembangan siswa/i-nya dengan imbalan yang tak setimpal yang mereka terima. 

"Respect, That's All"

 Semoga semakin santun dan sukses.Amin

semoga semakin santun

"eh,lo ye"

   Langsung kupandangi siapa yang menegur dan menyalamiku dengan cepat.Belum lagi tangan kita lepas berjabat.Saat itu kita sama-sama di pom bensin. Ia mengantri tepat di depanku.

"gimana,inget gak lo gue siape?"

   Mulai ingat sebenarnya.Ia salah seorang siswaku. Tapi sulit sekali mengingat namanya. Dahiku semakin berkerut mencoba mengingatnya. Tak juga namanya keluar dari file otakku.

"waduh, kebanyakan sih muridnya, dah lupa"
Agak berat sebenarnya katakan itu. Khawatir menyakiti perasaannya.Tapi bagaimana lagi,memang aku tak kunjung mengingat namanya.

"gue, awal. gue masih inget tuh yang lo ajarin فعل-فعلا-فعلوا...,otak gue masih bagus lah"

  Sambil kemudian menghisap kembali rokoknya.Subhanallah, Alhamdulillah. Ucapku dalam hati, cukup berbekas juga yang kuajarkan waktu itu. Jujur bingung sekali apa yang harus kubicarakan. Jarang sekali berhadapan dengan alumni yang semacam ini.Akupun memaksakan perpanjang pembicaraan.

"oh, iya awal"

   Sekarang semakin jelas sosoknya sewaktu MTs dulu. Anak yang cuek sekali kepada guru, terkadang bercanda berlebihan.Kala itu mungkin wajar sebagai anak-anak yang sedang mencari jati diri. Tetapi lingkungan dan pergaulan semakin membentuknya seperti ini dan ia tak berdaya.Jadilah ia karakter tidak santun.Akupun mencoba meneruskan pembicaraan.

"gawe dimana wal?"
"Bekasi"
"tinggal dimana?"
"noh, Argabel"
"Oh"
"Bini gue juga di bekasi, sekarang gue mau kesono. Gue duluan ya!"
"oh, iya"

   Ia pun pergi meninggalkanku.Dalam hati kembali memikirkannya dan berdoa. Semoga ia tidak menganggap dirinya sudah cukup sukses dengan kerjaan dan istri yang ia miliki sehingga ia berlaku layaknya teman kepada gurunya.

   Semoga ia akan terus belajar santun sehingga setiap orang akan nyaman berada di dekatnya.Agar anaknya kelak juga santun seperti ayahnya.Amin.


Kamis, 24 Juli 2014

kalo sayang sms aja!

"kalo sayang sms aja ya!"



   Privacy vs Ketenaran. Kangen sekaligus mau tenar di sosial media. Sah gak sih?

   Jika ditilik lagi makna privacy (rahasia pribadi) seharusnya seorang akan sangat nyaman bila menyampaikan suatu yang rahasia di media yang tak banyak diketahui orang. Jika tidak, pasti ada yang gak beres sama orang tersebut. Penyakit hati ini banyak menjangkiti orang-orang.

   Sekali lagi privacy. Jika sudah diumbar ke media dan jadi konsumsi publik bisa dikatakan tidak lagi privacy.

   Ah, iseng aja penulis ini.

 Tuk membenahi kesemrawutan bangsa ini, kayaknya kita harus mulai dari sekarang deh. Kita bagian penting dari bangsa yang seharusnya besar ini. Salah satuya dengan bijak gunakan media.

   Nah, dengan memilah mana yang privacy mana yang enggak artinya kita sudah berusaha tuk bijak gunakan media. 

   Kita pasti bisa kok melawan ego : 

"mau panas2in mantan/ biar semua tahu bahwa aku romantis dll". 


   Jika kita berpikir lebih panjang bahwa di luar sana akan banyak yang tahu termasuk Habibana (ustadz2 kita) yang selalu kita muliakan. Akankan mereka bangga dengan keromantisan hubungan kita yang belum halal? 

   Tuk tak pacaran di zaman yang edan ini memang sangat sulit. Jika memang sulit bukan tidak mungkin ada beberapa orang yang mungkin mampu melaksanakannya.

 Ya,jika kita tak mampu melawan godaan pacaran,dan pada akhirnya pacaran, bukan berarti tidak ada yang mampu tidak pacaran. Mereka yang meyakini bahwa pacaran akan menyita waktu, mengganggu konsentrasi belajar demi mendapat hasil yang maksimal. Sekali lagi maksimal.

   Mereka, generasi setelah kita bisa jadi punya niat yang sangat kuat tuk belajar dan mampu mengenyampingkan pacaran. 
Nyok contohin yg cakep2 buat adek2 kite.Kan kite tau dalilnye.

من جاء بالحسنة فله عشر أمثالها, ومن جاء بالسّيّئة...


   Pada akhirnya,mari kita bijak bertindak. Kalo sayang sms aja, biar gak banyak yang tahu, lebih privacy, lebih romantis,jangan di twitter, jangan di facebook. Ini bukan sekedar hemat pulsa tapi ini tentang generasi harapan,setuju?

PORORO VS GGS

   PORORO VS GGS
   

   Tak canggung aku bernyanyi dan menari bersama izzaku tercinta saat menontonnya. Ya pororo & friends. Aku menyebutnya Pororo & friends untuk ia, Pocoyo balita cerdas, Hello Kitty, dan Masha & the bear. 


   Lagu yang easy listening, ceria dan penuh dengan makna.Pororo adalah sosok penguin yang sangat alami. Bersama Pobby beruang, Lupy berang-berang,Crong bayi dinosaurus pembuat ulah, Edy sang jenius yang sering membuat temuan-temuan yang hebat.

   Dengan semakin banyaknya tayangan yang destruktif (merusak), semakin banyak pula remaja yang disihir menjadi dewasa (berkebutuhan dewasa). 


   Sebut saja GGS (gila-gila serigala) dengan lagu "mencintaimu" Utopia sebagai soundtracknya. Lengkap sekali pelajaran bagaimana pacaran dilakukan. Melulu pada sex orientation. Rangsangan-rangsangan agar remaja meniru persis seperti para aktor di GGS. Sehingga yang tidak meniru dianggap tidak normal dan tidak gaul


   Akibatnya juga adalah anak-anak yang justru normal tak nyaman dengan perlakuan anak-anak yang tak normal akibat gigitan GGS & friends. 

   Anak-anak normal akan sangat seru membicarakan jalan cerita penuh makna film anak-anak, membicarakan bagaimana persahabatan yang bermakna yang dapat menghantarkan mereka meraih kesuksesan, membicarakan buku-buku bacaan yang berkualitas yang mencerahkan.

   Berbeda dengan anak-anak tak normal (aku menyebutnya - berkebutuhan dewasa) yang kerap bicara tentang putus, nyambung, selingkuh, PHP,sange, musang,mojok,lima jari,dan istilah2 rusak lainnya.

   Tak jarang  mereka (berkebutuhan dewasa)menertawakan/mengejek kesukaan anak-anak normal yang membaca,menonton film anak-anak yang memang seharusnya berhak ditonton. 

Siapa yang sebenarnya gak normal?

Who really u are?

   Tak usah ragu menjawab bahwa yang gak normal adalah mereka yang berubah menjadi tak santun (mengerikan seperti srigala-srigala yang siap mengintai buruannya jika melihat perempuan) akibat dari tontonan destrukstif film2, pergaulan-pergaulan rusak di banyak warnet dengan diskusi-diskusi mesum. 

   Jika orang-orang dewasa bisa menikmati Pororo&Friends karena tidak terganggu otaknya dan hatinya , mungkin tidak dengan anak-anak bekebutuhan dewasa yang hanya bisa menikmati adegan-adegan/cerita-cerita dewasa.

Trus siapa yang rugi?

   Ya, jelas semua rugi, khususnya mereka anak berkebutuhan dewasa yang merasa tak rugi karena otak dan hatinya telah penuh dengan dosa adegan-adegan dewasa.
   Kita rugi karena tak nyaman bicara dengan mereka yang terus menjurus kesana, merasa terancam jadi korban perkosaan jika terus berada di dekatnya, atau bisa jadi tanpa terasa berubah menjadi seperti mereka.

   Pada akhirnya, maju terus buat anak-anak normal dengan impian-impian indahmu yang kau dapat dari Pororo&Friends.Segera bertobat bagi anak-anak berkebutuhan dewasa.Semoga bermanfaat.amin



sampaipada25/07/14

sampai pada niat tuk ikut aksi indosiar 2015
sampai pada 3x kesempatan ceramah di Annajah,SMKN30, dan BBMC
semoga Allah swt terus mudahkan prosesnya tuk go nasional.amin
sampai pada diijabahnya doa tuk pensiun naik gunung
perlahan Allah swt kurangi kesenanganku pada pendakian
sampai pada keinginan yang biasa saja pada 3726 dan 3805mdpl
sobat maafkan jika mungkin tak terealisir
masih pada keinginan surfing dan paralayang
sampai pada ingin membuka pengajian ba'da maghrib tuk danang dkk
sampai pada fajar,farhan,iqbal yg malas mengaji
semoga cepat allah beri kebosanan pada hobi mereka main
bismillahirrahmanirrahim.
Allah pasti mudahkan
Allah pasti mudahkan
amin

Minggu, 20 Juli 2014

Afra&penjahat berpeci

Afra & Penjahat Berpeci
Sebuah cerpen





“eh, ada Afra?”
Tegurnya kepadaku. Aku menoleh lalu meninggalkannya.

“Loh, siapa ra?”
Tanya ibu kepadaku.

“bukan siapa-siapa bu”

Jawabku. Ibupun mengikutiku dari belakang  bersama adik-adikku. Selama ini ibu cukup mengekangku. Salah satunya dengan menemaniku tuk jalan malam meski di bulan Ramadhan.

Tak tanggung-tanggung ia membawa serta dua adikku yang masih berumur 5 dan 3 tahun. Ya ampun, apa kata teman-teman nanti jika mereka  menemukanku jalan dengan ibu dan adik-adikku. Sangat memalukan.

Sesampainya di rumah ibu kembali mengejarku dengan pertanyaan.

“ra, tadi siapa sih?,kok rapih banget pake peci gitu?”

“orang bilang bukan siapa-siapa, penjahat juga bisa kan pake peci?”

Jawabku agak ketus.

“masyaallah afra, kok jawabannya gitu sih sama ibu?”

Tak mampu lagi lidah ini berkata, akupun mengunci pintu di dalam kamar. Serasa mulut ini menyakiti hati ibu.

Astaghfirullahal’azhiim. Ya Allah, kok Afra jadi gini ya?, tanyaku dalam hati. Ada kebingungan yang sangat besar kenapa ini bisa terjadi.

Kucoba lagi gunakan otakku untuk berpikir. Kata guru  BK, jangan melulu gunakan perasaan jika ingin memecahkan atau menghadapi suatu permasalahan.
Akhirnya otakku sampai pada pertanyaan ;

“sebenarnya ia atau ibumu yang kau benci?”

Tak terlalu sulit memilihnya meski kadang aku juga membenci ibuku. Aku jelas lebih membencinya. Ya, penjahat berpeci yang mencoba bermuka manis menegurku. Segera aku hampiri ibu dan meminta maaf padanya.

“bu, maafin Afra ya”

“gak apa-apa sayang. Kalo boleh tahu siapa sih yang negur kamu semalam?”

“ih, ibu gak penting ah, mending aku bantu ibu cuci piring sekarang”

Kucoba lagi mengalihkan pertanyaan ibu dengan menawarkan pertolongan.

“sayang, penting sekali untuk ibu tahu, siapa sebenarnya dia. Kalo dia benar-benar penjahat yang bisa menculik kamu gimana?, ibu kan gak mau kehilangan anak ibu yang manis dan pintar ini.”

Sambil memeluk dan mencium dahiku. Pertanyaan yang sulit sekali untuk kujawab. Masyaallah haruskah aku cerita tentang aib seorang guru kepada ibu.

“ra, kok jadi bengong sih?”

“oh, gak apa-apa kok bu”

“jadi siapa sebenarnya penjahat berpeci semalam?, bukan menteri agama RI kan?,hehehe”

“iiih, ibu masih bisa bercanda aja. Ia guru Afra bu.”

“Oh, guru kamu. Terus  kok kamu keliatan benci banget sama dia, emang kamu pernah diapain?”


“Itulah juga yang Afra ingin ceritakan ke ibu. Bingung banget bu tentang kondisi sekolah. Kepala sekolah  yang katanya korup, guru yang pacaran sama murid, guru yang pacaran sama guru  guru mencuri, guru yang yang suka berkata cabul di hadapan kita, guru pemberi harapan palsu,  guru yang merokok, guru yang meminta belikan rokok, guru yang menghukum muridnya karena ketahuan merokok, guru yang membela muridnya yang kriminal agar dinaikkan kelas, guru yang hobinya ngobrol  dan tertawa terbahak-bahak hingga terdengar sampai lantai 2, guru yang menawarkan untuk pindah sekolah karena keadaan tak lagi kondusif, pokoknya banyak deh bu”


“Masyaallah segitu banyaknya permasalahan, kamu tahu dari mana?”

“dari diskusi teman-teman dan  guru-guru bu”

“Trus tentang penjahat berpeci gimana?”

“kata teman-teman ia pacaran sama temanku, padahal ia dah punya istri”

Masyaallah, terus?”

“Sebenarnya aku simpati sama dia . Dia cukup peduli ketika yang lain dah hampir lepas tangan tentang perkembangan aku dan teman-teman. Ia masih menyempatkan memanggil dan menasehati kita jika ada perilaku kita yang salah dengan cukup santun, padahal ia cukup sibuk dengan urusannya. Ia terus mendorong kita tuk berkarya, khususnya menulis. Ia lebih sering memberi  motivasi dengan contoh nyata dibanding guru BK-ku.”

“Jadi benci apa cinta neh?”

“Iiih, ibu. Itulah bu yang aku bingungkan. Aku meyakini karena semrawutnya sistem sekolah tanpa ada usaha pembenahan yang serius, tak lama ia pun juga terseret  kasus. Teman-teman terlanjur membencinya bu. Seakan tiada maaf baginya. Aku jadi bingung deh harus gimana.”

Subhanallah, anak ibu dah pinter banget ya. Ibu bangga banget punya anak kayak kamu sayang. Kamu dah bisa analisa sejauh itu. Ibu seneng banget kamu bisa cerita banyak ke ibu. Artinya kamu masih percaya sama ibu dibanding teman-teman yang mungkin terlalu mengedepankan emosi”.

“Hal ini tak bisa dibiarkan. Ibu mau anak ibu berkembang dengan optimal, bukan malah terkubur dan busuk bersama sistem yang bobrok. Ibu akan bayar berapapun agar anak ibu bisa jadi anak yang saleh. Satu lagi pertanyaan ibu ,terus  siapa yang anjurkan kamu tuk pindah sekolah?”

Agak lama aku berpikir tuk menjawabnya. Pasti ibu juga akan heran mendengar hal itu.

“yaaaaaaaaa, penjahat berpeci itu,hehehe...”

“Haaah,Masyaallah????”

Keduanya pun  tersenyum dan saling berpelukan. Semoga Afra mendapat pendidikan yang jauh lebih baik di sekolah barunya. Amin.

Luthfimulyadi,20/07/14-06.45





Minggu, 13 Juli 2014

hadeeh,selfie

Hadeeeeeeeeeeh, Selfie,Selfie.


Selfie?, sebenarnya kurang adil kalo yang disebut Cuma Selfie, emang dia doang yg mau eksis dan terkenal. Kan masih ada fie2 yang lain. Ada Rafie, Urfie, Lutfie, Fifie,Dafie, Novie dll. Hehehe,just joke.

Entah kenapa dinamain Selfie. Kemungkinan besar berasal dari kata “self” dalam bahasa inggris. Pengertian selfie yang dapat kita pahami dengan mudah adalah mengambil gambar diri sendiri dengan media camera atau video. Beberapa tujuannya adalah kepuasan pribadi. Bisa jadi untuk koleksi pribadi atau dipamerkan ke media.

Bicara tentang “kepuasan”, maka kita harus mempertimbangkan antonimnya, yaitu ketidakpuasan. Manusia sering kali egois (selvish) tidak mempertimbangkan kepentingan orang lain, padahal kita hidup bersama di atas bumi yang sama. Jika seorang puas dengan salah satu perbuatan, pertanyaannya apakah orang lain juga puas/tidak merasa terganggu/terancam dengan hal tersebut.

Jika seorang perempuan merasa puas mengupload foto membuka aurat memamerkan kecantikannya bahkan keseksiannya  tuk dapat kata “nice” di beberapa media social,

 Pertanyaannya apakah ia tidak merangsang banyak laki-laki yang melihatnya?,

Padahal seorang laki-laki jika sudah terangsang ia akan tersiksa sekali menahan rangsangan tersebut. Syukur-syukur jika ia sudah memiliki istri untuk menyalurkan hasratnya.

Jika tidak, atau belum, merangsang seorang laki-laki dapat berarti mendorongnya untuk melakukan zina, apapun bentuknya minimal onani.

Tak sedikit laki-laki yang terangsang karena pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab lalu melakukan pelecehan bahkan kekerasan seksual /pemerkosaan  terhadap remaja, balita-balita lugu karena tak kuat menahan hasratnya.

"Masyaallah"

Sangat egois menjawab dengan kalimat “EMASBULOH” karena kita bukan bangsa Israel yang keras kepala.

Terakhir yang ingin saya sampaikan adalah jika “Riya” melakukan suatu kebaikan untuk dilihat orang lain ancamannya adalah neraka  Wail lihat  (surat Al-Ma’un),

فَوَيْلٌ لِّلْمُصَلِّيْنَ, الَّذِيْنَ هُمْ عَنْ صَلَاتِهِمْ سَاهُوْنَ, الَّذِيْنَ هُمْ يُرَاءُوْنَ وَيَمْنَعُوْنَ الْمَاعُوْنَ

 bagaimana dengan melakukan suatu keburukan untuk dilihat / merangsang  dan mendapat pujian “nice” dari  orang lain?.
Kalo Kata Cak Lontong “MIKIIIIIIIIIIIIIIIRRR!”

Semoga Mikir. Amin

Rabu, 02 Juli 2014

aku aziz


Aku aziz
sebuah cerpen



Aku Aziz. Setahun sudah kujalani hubungan dengan kekasihku Ana. Dalam damai hubungan kami, kejadian itu menimpa. Berita tak sedap tentang salah seorang guru favoritku.

Seorang guru yang cukup rajin masuk ke kelas, aktif di kegiatan Pramuka dan olahraga. Guru yang pernah beberapa kali memberi tausiyah  dalam beberapa kesempatan dengan cukup baik. Seorang motivator, yang sering dekat sekali menggali informasi langsung dariku dan teman-teman.

Seorang yang sangat dekat dengan anak-anak. Seorang yang menggunakan waktunya cukup efektif dan efisien. Jarang sekali beliau terlihat ngobrol dan tertawa terbahak-bahak hingga terdengar sampai kelas bersama teman-teman guru lainnya. Tak heran jika kawan-kawanpun membentuk beberapa geng yang sering mengganggu proses KBM dengan candaannya belajar dari guru-gurunya.


Malam itu aku, aku tak langsung percaya dengan cerita Ana tentang Pak Zendi.
“Zis, tadi siang Pak Zendi….”

“Pak Zendi kenapa na?”

Lama sekali Ana menjawabku lewat sms. Aku tidak terlalu memikirkan kenapa begitu lama ia jawab sms, Alhamdulillah cukup terbiasa aku berpikir positif. Bisa saja karena pulsanya habis.


“mungkin kamu gak kan percaya ziz”

“percaya apa?, kenapa sih?”

Sekali lagi aku harus menunggu jawabannya cukup lama.

“pak Zendi pegang tanganku, dan katakan suka padaku”

“Astaghfirullahal’azhim, kamu gak apa-apa kan?, kok bisa”

   Darahku mendidih mengetahui hal ini. Kutukan-kutukan yang terburuk mulai lahir di otak dan siap kulontarkan menjadi kata-kata. Aku sebagai pacarnya saja belum pernah memegang tangan.

   Alhamdulillah, hubungan kami cukup sehat hingga saat ini. Jarang sekali kami bertemu. Aku menyadari memang belum saatnya meski teman-teman  telah banyak yang melakukan  lebih jauh dari itu.

“trus, kamu bilang apa?”

 Kembali kukejar dengan pertanyaan. Malam itu tidak ada jawaban dari Ana. Entah kenapa. Aku mulai meragukan perasaan Ana padaku. Tak jarang ia mengajakku bertemu, tapi tidak kuturuti. Alhamdulillah imanku masih membuatku malu jika bertemu dan diketahui banyak orang.



Aku ingin menikmati masa remajaku dengan kegiatan yang lebih produktif dibanding hanya memadu kasih tanpa arah yang jelas. Masih jauh jalanku untuk itu. Kupastikan akan tersiksa menahan hasrat jika terlalu sering bertemu.
Aku ingin berenang di lautan ilmu, wawasan yang luas, misteri-misteri sains yang belum terungkap. Aku ingin bergaul dengan banyak teman-teman dan saling bercerita tentang pengalaman berorganisasi. Aku masih ingin berbagi trik bermain games.

Aku masih ingin bersepeda dengan teman-teman ke banyak tempat-tempat yang indah. Aku masih ingin memuaskan hasratku bermain sepakbola. Aku masih ingin merasakan sensasi mendapat ikan besar di danau ataupun di laut.
Aku masih ingin mengejar prestasi-prestasi yang menantangku untuk terus giat berlatih. Aku masih ingin mencapai puncak-puncak gunung nusantara. Semua itu tidak akan aku dapatkan jika kuhabiskan waktu hanya dengan pacar menghabiskan uang saling membelikan makanan, kaos, pulsa atau accessoris lainya.

Aku tak rela uang yang diberikan ayahku harus kubagi lagi dengan seorang pacar. Akan lebih membanggakan jika memberi pacar dengan uang hasil keringatku sendiri.

Sampai suatu hari.  Berita itu menyebar dengan cepatnya. Berita  tentang Ana dan Pak Zendi.  Jujur aku tidak terlalu memikirkannya karena pacar bagiku hanya sebatas teman bicara. Jika harus kupikirkan, pastilah dorongan dari teman-teman yang tidak suka dengan sosok Pak Zendi sejak lama. 

Kupikir kita harus adil, bahwa pak Zendi adalah juga manusia yang tak luput dari salah dan dosa. Jangan sampai satu kesalahan saja membuat kita lupa dengan banyak kelebihan dan kebaikan yang telah ia perbuat.

Sesalku, kenapa Ana bicara dengan teman yang tidak terpercaya. Akibatnya ini memalukan bagi kita semua. Seharusnya ini bisa diselesaikan secara kekeluargaan. Nasi sudah menjadi bubur. Tak ada cara lain kecuali menghadapi ocehan teman-teman bahwa Ana akan segera direbut oleh Pak Zendi.
Tak lama sebelum semuanya terlanjur diketahui teman-teman, pak Zendi menemuiku untuk bicara. Entah darimana ia mendapatkan alamat rumahku, menandakan keseriusannya dalam menyelesaikan masalah. Walikelasku saja tak pernah berkunjung ke sini.

Kaget sekali aku sore itu. Kenapa harus pa Zendi menemuiku. Ia mengajakku ke luar untuk bicara. Ia mengajarkan memilih tempat yang nyaman untuk bicara menyelesaikan masalah. Jika tidak bijak, bisa saja ia membicarakannya di depan rumahku.

Ia sangat menghargaiku sebagai seorang laki-laki meski aku masih anak-anak dengan meminta maaf. Ia mengajarkan aku bagaimana menyelesaikan masalah sebagai seorang laki-laki. Bisa saja seorang dewasa mengabaikan privasi anak-anak, tetapi tidak dengan pak Zendi. Sekali lagi ia menghargaiku sebagai laki-laki dewasa.  Ia menceritakan keseriusan hubungannya dengan Ana.

“baik lah pak, terima kasih atas pelajaran-pelajaran yang bapak berikan. Jika memang Ana dapat menerima bapak, pastilah saya akan menerimanya juga bahkan sangat berbahagia".

Sampai akhirnya aku harus mengakui sosoknya lebih pantas bagi Ana dibanding diriku yang belum bisa mengayomi. Aku harus jujur Pak Zendi jauh lebih siap membahagiakannya.


Tujuh tahun berlalu. Hari bahagia itupun tiba. Pak Zendi membuktikan cintanya pada Ana. Janur kuning menegaskan tiada lagi yang dapat merebut Ana dari pak Zendi, sementara diriku masih sibuk bergelut dengan buku-buku kuliah.

Doaku padamu berdua. بارك الله لكما وبارك عليكما وجمع بينكما في خير