Selasa, 25 Oktober 2016

Sang Pembina


"Alhamdulillah, akhirnya selesai juga"


Kak Purba mensyukuri hari-hari melelahkan nan menegangkan yang telah ia lalui. Berangsur sariawannya pun sembuh. Kembali ia dapat menikmati tilawahnya dengan khusyu tanpa harus menahan perih. 

Pasalnya jika sariawan  Kak Purba tak nyaman melakukan aktifitas apapun. Ya, itulah Kak Purba. Badmood jika sariawan. Jika tidak sariawan saja ia tak banyak bicara, apalagi jika sariawan, ia akan merasa tersiksa.

Ya, hari-hari menegangkan itu berlalu, meski masih ada hal yang harus ia pikirkan lagi yang datang tiada habisnya yang menguras energi pikirannya. Inilah penyebab sariawan yang utama.Stress yang dialami Kak Purba.

Sekarang ia dalam kebingungan. Usianya tak muda lagi untuk menjadi volunteer yang banyak dilakukan oleh para lajang. Usia 35tahun dengan 2 anak memaksa ia bekerja ekstra untuk mendapatkan tambahan biaya hidup yang menggila di kota Jakarta.

 Kak Purba hanya seorang guru dengan honor jauh di bawah UMR, padahal ia tinggal di DKI Jakarta. Ya, sudah 10 taun lebih ia mengabdi di salah satu sekolah di bilangan Bangka, di antara rumah-rumah mewah konglomerat.

Kak Purba di persimpangan jalan. Akankah ia meneruskan mejadi volunteer yang akan sering meninggalkan keluarga di akhir pekan untuk menemani anak binaannya camping atau lomba  dengan bayaran yang minim atau berkumpul bersama keluarga mengerjakan pekerjaan rumah yang bertumpuk. 

Jika akhir pekan ia selalu bingung. Ada saja kegiatan di saat itu sementara segunung pakaian kotor menunggu untuk dicuci.

Tidak itu saja yang membuat Kak Purba ingin meninggalkan profesinya sebagai volunteer. Sikap anak binaannya yang buruk yang tidak menunjukkan progress yang signifikan. 

Wajar saja jika Kak Purba sakit hati. Jika dilihat, di satu ekskul, ataupun kegiatan lomba, anak-anak begitu hormat, bahkan cinta pada pembina dan pelatihnya. Berbeda sekali dengan yang ia alami. Tidak sedikit anak binaan sering lupa atau melupakan bersalaman saat ia datang. 

Awalnya kak Purba berusaha selalu positif. Lebih dari setahun diperlakukan seperti itu, ia pun kemudian merenung dan semakin sedih. Kenapa beberapa anak berlaku demikian, padahal kak Purba telah cukup maksimal meluangkan banyak waktu mendampingi, memberi arahan kepada mereka khususnya jelang lomba tanpa tambahan honor. 

Konsekwensinya tak jarang pekerjaan rumah dan pekerjaannya sebagai guru terbengkalai. Kak Purba semakin sering pulang ba'da maghrib. Senyum dari istri dan anak tercinta yang didambakan semakin jarang didapat.

Kak Purba dan istrinya cukup sibuk dengan profesinya masing-masing. Pergi pagi pulang malam demi mencukupi kebutuhan keluarga.

Ya, sampai tadi malam Kak Purba masih tulus berikan cintanya pada anak-anak dengan mengantarkan mereka ke tempat terdekat dari rumah mereka masing-masing usai pulang lomba.

Sore itu anak-anak memang berhasil membawa pulang dua trophy. Sayang sekali Kak Purba belum dapat ucapan terimakasih dari anak-anak binaannya. 

Kak Purba geleng kepala.Ada apa sebenarnya dengan anak-anak binaannya. Kurangkah ia ajarkan terimakasih pada sesama meski hanya berupa ucapan. 

Sebenarnya ia sering  mengajarkan untuk berterimakasih sekecil apapun bantuan dari orang lain. Di banyak status bbm atau medsos lain, anak-anak cukup peka, sensitif untuk merasa perasaan orang lain, tapi tidak pada perasaan pembina.

Ya, sore sampai malam kak Purba terus berusaha maksimal memberikan yang terbaik sebagai pembina sekaligus pelatih, tapi tidak sebaliknya.Ia sangat iri pada anak-anak yang lain yang begitu tulus cinta berinteraksi dengan pembina dan pelatihnya.

Malam itu, ia nyaris menyesal telah berbuat baik. Kesabarannya terus diuji menghadapi anak-anak yang manja.

"Akan lebih indah berkumpul bersama istri dan anak-anak kandungnya dengan penuh kehangatan di rumah saat dinginnya hujan mengguyur Jakarta"

Pikirnya.

Prediksi Kak Purba tak meleset. Ia pernah mengatakan

"ya, paling banyak paling 2trophy yang kalian dapatkan, jika latihannya terus tidak serius seperti ini"

dengan nada tertahan emosi.

Hatinya tidak puas dengan pencapaian anak-anak. Wajar, karena memang faktor utama anak-anak yang banyak bercanda dan belum paham prioritas.

Dalam hatinya, iapun berdoa penuh harap suatu saat nanti ia akan memiliki penggalang dan penegak yang tangguh dan membanggakan. Raih banyak trophy bahkan beberapa menyandang predikat juara umum. Bisa jadi bukan sekarang. Ya, ia masih yakin, suatu saat nanti, jika ia terus bersabar membina anak didiknya.Amin.
Semoga.

Kamis, 20 Oktober 2016

sekapur sirih nbbl


Nanjak Bareng Bang Luthfi (nbbl event organizer)


Sekapur Sirih

Gelap itu tidak ada, yang ada adalah kurangnya volume cahaya, karena cahaya dapat diukur. Jahat itu tidak ada, yang ada adalah kurangnya kebaikan dari diri seorang, karena  Allah swt  Maha Baik dan Pemberi Kebaikan.

Bandel itu tidak ada, yang ada adalah kurangnya ruang gerak dan kesempatan remaja yang memiliki segunung energi untuk berekspresi menunjukkan eksistensinya. Bandel itu tidak akan ada jika tidak salah gaul. Kewajiban kita sebagai orang dewasa dan orangtua memfasilitasi kegiatan-kegiatan positif secara berkesinambungan agar tidak salah gaul.

Dengan ini Nanjak Bareng Bang Luthfi Event Organizer (nbbl) hadir memberi solusi ruang gerak dan kesempatan bagi para remaja yang sangat membutuhkan banyak pengalaman belajar yang membanggakan di luar pengalaman belajar formal sekolah dan intern keluarga. Remaja membutuhkan suatu lingkungan yang sangat berbeda sama sekali dengan  kebebasan-bertanggungjawab, menyenangkan, menantang,  membanggakan, menginspirasi dll.

Gunung adalah salah satu media pendidikan karakter yang sangat baik sekali bagi siapapun. Rasulullah saw saat remaja sering melatih dirinya dengan kegiatan-kegiatan menantang seperti menggembala (melatih tanggung jawab),memanah,renang,gulat, dan naik gunung (melatih kekuatan fisik).

Tak lekang dalam ingatan hingga berumur 40tahun Rasulullah saw masih bertafakkur, bertahannuts di Jabal Nur (Gunung Nur) yang syarat dengan kesunyian, jauh dari hiruk pikuk kesibukan duniawi guna menjemput wahyu pertamanya di sana.

Di gunung beliau menemukan kedamaian. Di gunung yang tinggi menjulang lebih dekat dengan singgasana Allah swt di banding di bawah awan bersama kebanyakan orang-orang disana. Di gunung dengan penuh kesadaran kita merasa sangat kecil, dan lemah tiada pilihan selain bertawakkal (berserah diri) kepada Yang Maha Kuat Allah swt dari segala macam bahaya yang dengan mudah merenggut nyawa kita.

Hingga dengan penuh keyakinan Nanjak Bareng Bang Luthfi Event Organizer (nbbl) dengan cukup banyak pengalaman menjajaki puncak-puncak gunung nusantara berusaha memfasilitasi kegiatan-kegiatan positif yang belum dapat difasilitasi oleh banyak orangtua dan guru di sekolah sekalipun.


Semoga Allah swt membalas semua amal baik kita.Amin.
Nbbl event organizer


Luthfi Mulyadi, S.Th.I