Di Inggris remaja 19tahun itu melompati lebih dari 2 mobil di bawahnya
dengan mengendarai mobil sebagai hadiah ulang tahunnya. Ia pun menjuarai ajang “Car
Jumping” tersebut. Di 23Desember 2013 ini akupun ingin menghadiahkan pendakian
istimewa ke puncak Gunung Cikuray. Alhamdulillah akupun mencapainya.
Yang juga tak boleh dilupakan akhir tahun
ini adalah Tim Futsal MTs.N1, Fauzan Izami, Firhan,Andhika berhasil finish di
urutan kedua KKM1 Futsal di AK. Semoga menjadi kenangan indah kita bersama,
meski aku belum puas jika belum menjadi yang pertama.
Di samping itu, kabar sedih lainya adalah Om Syukri sahabat karib
Bapakku meninggal dunia saat aku mendaki gunung. Innalillahi Wa Inna Ilaihi
Roji’un.
Padahal waktu kecil cukup sering aku menginap di rumahnya demi nonton
video Zabogar, Batman Betawi atau main layangan dengan benang gelasan gratis
anaknya,hehehe.
22Desember 2013 Alhamdulillah genap usiaku 32tahun. Setelah antar umi
dan bapakku melihat air terjun di daerah sentul aku menatap rencana esok hari
meraih puncak Cikuray Garut Jawa Barat.
“ Innaa Lillahi
Wa Innaa Ilaihi Rooji’un”
Pukul 22.00, Sesampainya di pancoran
tempatku tinggal, terpasang bendera kuning di samping rumah. Ternyata kakek
Abdul Choir yang ramah samping rumahku telah meninggal dunia tadi sore. Segera
aku mandi dan melayat bersama istriku. Setelah itu aku cicil packing. Ada
kekhawatiran rencanaku esok tidak berjalan lancar karena harus mensalatkan
jenazah terlebih dahulu dll. Di luar dugaan, aku berhasil menjaga Izza saat
ibunya rapat, mengantar Cing Ati melayat, dan belanja keperluan logistikku.
Alhamdulillah.
Setelah ikut salat jenazah di Musholla Al-Hamid dekat rumah, segera aku
ambil langkah seribu. Konsentrasi sekarang terpusat di liang lahat depan Masjid
Al-Munawwar, sehingga sekitar rumah sepi. Waktunya aku keluar membawa carier
80literku yang cukup tinggi. Jika masih ramai pasti tak nyaman menjadi pusat
perhatian di tengah kesedihan keluarganya.
“Maaf ya, mungkin
lusa malam aku baru bisa ikut membaca dzikir dan arwah di kediaman bapak”
Gerimis kecil menghiasi perjalananku menuju PO. Primajasa di daerah
Cawang. Bus meninggalkan PO. Pada pukul 14.00. Sedikit terhambat macet di Bekasi seperti biasa.
Pukul 19.30 bus sampai di terminal Guntur Garut. Alhamdulillah. Ojek antarku
menuju pangkalan Ojek Genteng Cilawu sekitar 6KM dari terminal. Rp.20.000,-
sepertinya cukup wajar sebagai ongkosnya. Hujan rintik-rintik dan angin
pegunungan yang sejuk mulai menyapaku dengan lembut menyusul tanjakan mendaki
bukit lewati pesantren Darul Arqom yang pernah kusinggahi. Tepatnya kediamannya
Pak Andi Yusuf teman PPG PBA 2012-2013.
Pukul 20.00 aku tiba di pangkalam Ojeg Genteng Cilawu. Kuhubungi Pak
Deni yang juga teman PPG untuk menjemputku. Untung sekali punya teman di banyak
daerah. Tak lama Pak Deni sampai dan aku langsung diboncengnya menuju
Istananya. Jalan menurun lalu menanjak cukup ektrem segera tersaji di
tengah-tengah hamparan sawah yang indah. Meski gelap lampu motor beberapa kali
sempat menyorot ke rimbunan sawah yang hijau. Jalan yang rusak dan menanjak
kembali menjadi hambatan. Jalan ini rusak karena aliran air hujan yang begitu
deras mengalir serta sanitasi yang tidak baik di desa tersebut.
Pak Deni yang rendah hati ternyata punya
Istana yang bagus dengan kolam ikan di depan rumahnya. Bisa jadi aku adalah
teman pertamanya yang menikmati menginap di rumah yang baru di renovasinya itu.
Alhamdulillah. Hidangan teh dan nasi panas segera disuguhkan. Subhanallah,
Alhamdulillah betapa nikmatnya di tengah dinginnya udara di malam hari di kaki
gunung dengan menyeruput teh dan makan nasi panas+telur+tahu+ikan goreng.
Malam itu kita cukup banyak berbincang. Ternyata Pak Deni juga aktifis remaja masjid dan cukup dikenal
di Cilawu. Beberapa kali diminta menyerahkan pengantin dalam suatu akad nikah,
bahkan sampai selevel anak Bupati pernah ia lakoni. Katanya Universitas
kehidupan memaksanya kompeten dalam banyak tugas sosial. Jika ujian kampus
salah satu kita masih dapat nilai 90, tidak dengan Universitas Kehidupan. Kita
dituntut tampil sempurna, makanya perispannyapun harus dengan sangat baik. Subhanallah.
Tak lama pagipun menjelang. Tidur di kasur yang empuk buatku prima di
pagi hari. Alhamdulillah. Pukul 05.00 bangun, sikat gigi lalu salat subuh.
Setelah itu pak Deni sempat mengajakku berkeliling desa melihat-lihat SMP
tempat ia mengajar sementara istrinya menyiapkan sarapan. Pukul 08.00 barulah
pak Deni antarku menuju pemancar, tempat melapor sebelum pendakian dimulai. Sebelum
sampai di sana pak Deni sempat jatuh terperosok karena jalan lumpur yang licin.
Di tengah kebun teh pagi hari itu sempat juga aku mencoba mengurut tangannya
yang terkilir meski belum sempurna hasilnya.
Pukul
09.30 sampailah kita di sana. Pak deni membuka bekal sarapannya. Kitapun makan dengan lahapnya. Subhanallah,nikmatnya
sarapan dengan telur dadar,ikan goreng, tahu dan cabai pagi hari itu. Lebih dari
tiga rombongan telah siap memulai pendakian. Rata-rata mereka dari Bandung dan
sekitarnya. Melihat cukup banyak orang yang akan melakukan pendakian, akupun
tambah bersemangat, meskipun pak Deni tidak ikut karena kurang fit.
10.30 akupun memulai pendakian setelah foto-foto bersama pak Deni.
“Bismillahirrahmanirrahim”
“sukses ya fi,hati-hati
di jalan!”
Track awal pendakian disuguhi oleh kebun teh dengan tanjakan tanah liat
yang licin kala diguyur hujan. Panjangnya kurang lebih 500m. Menyusul kemudian
adalah ladang kol petani dengan hiasan alang-alang rumput liar di sekitarnya, seperti
halnya jalur gunung putri gunung Gede sepanjang 700m. setelah itu barulah kita
memasuki pintu hutan dengan pohon-pohon cukup tinggi dan rindang.
Dua rombongan di depan tak tersusul. Cepat sekali pergerakan mereka. Herannya
satu rombongan justru turun kembali karena cuaca tidak bersahabat dan rekannya
yang sakit kata salah seorang dari mereka. Pikirku kabut adalah hal yang biasa
terjadi di banyak gunung. Luar biasanya solidaritas mereka.
Masyaallah. Artinya tinggal aku yang tersisa harus menyusul dua
rombongan yang telah jauh meninggalkan pos1 jika ingin bersama. Kejadian itupun
terulang kembali seperti di gunung Slamet dan Ciremai. Mendaki sendiri sejak
pos 1 entah akan bertemu di mana teman-teman yang lain. Menikmati dingin, dan
gelapnya hutan yang tertutup kabut sendiri, ya sendiri.
“Memasuki Hutan,Waspadalah”
Tulisan yang terpampang jauh sebelum pos1 itu benar-benar membuatku
cukup waspada. Teringat cerita pak Deni waktu ia diikuti oleh anak macan tutul
karena amisnya bau darah entog yang dibawanya ke puncak Cikuray. Teringat juga
jejak macan yang kutemukan di lumpur kebun teh. Jejak itu jelas berbeda sekali dengan jejak babi hutan yang khas
dengan kukunya yang pecah dua. Ada pemangsa berarti ada yang dimangsa. Lucunya pak
Deni menyebut macan tutul gunung Cikuray dengan sebutan meong. Mungkin biar
tidak terlalu menakutkan. Ya sudahlah, semoga saja aku tidak berjumpa dengan
mereka. Amin.
Alhamdulillah,tiap pos kutempuh
rata-rata 1 setengah jam perjalanan. Sehingga di sampai di Pos 4 saat itu
sekitar pukul 15.30. Di sana barulah aku
bertemu salah satu rombongan dari Bandung. Mereka adalah Elis ITB, Luthfi, Nafis ITENAS,Jeese, Gilang
UPI. Sampai pos 6 dengan angina kencang, hujan dan kabut kita bersama dengan
joke2 ala mahasiswa yang kerap menyebut istilah-istilah ilmiah seperti
parameter, rumusan masalah, ukuran,etimologi dll. Untung ada mereka yang
membuatku tambah semangat. Semakin banyak pendaki semakin banyak energy yang
berkumpul saling menguatkan. Gengsi juga kalau tidak kuat,hehehe..
Pukul 17.50 kita sampai di pos7. Anehnya walau suasana sudah remang
teman-teman tidak buru-buru untuk membuka tenda. Mereka lebih memilih mengejar
sunset yang tersisa di puncak. Tak peduli dengan keamanan barang-barang, mereka
berlomba menuju puncak yang hanya berjarak 100 meter. Melihat mereka berlari,
akupun ikut. Benar saja, senja itucantik sekali di hiasi oleh lautan awan khas puncak gunung
Cikuray dan sunset yang sempurna. Pasti sangat rugi jika aku tidak mengikuti
mereka. Mereka pasti memiliki pengalaman yang lebih banyak dariku, dilihat dari
ketenangan mereka menghadapi situasi seperti ini. Situasi ketika harus memilih
mendirikan tenda sebelum hari bertambah gelap
atau menikmati sunset yang mungkin akan tergantikan dengan sunrise esok
harinya.
Kurang dari setengah jam berada di puncak kamipun turun. Keadaan sudah
semaki gelap. Merekapun dengan tenang mulai bekerjasama mendirikan dua buah
tenda. Menurut mereka tendaku tak perlu didirikan karena 2 tenda cukup
menampung kita semua. Langsung saja aku mengeluarkan lampu badai dan alat
masakku dan mulai memasak air panas. Di situasi letih dan sangat dingin ini
kita pasti butuh air panas. Seduh energen dan langsung berbagi bersama mereka. Alhamdulillah
dengan sangat senang hati menerimanya.
Selanjutnya adalah mengobati rasa laparku. Kurebus mie dengan telur ,campur
nasi , ikan, tahu yang kubawa dari bawah. Benar kata kang Deni. Makan cabai di
gunung sangat-sangat nikmat. Sebelum makan kupastikan memberitahu kalau aku
sudah sangat lapar sehingga harus makan terlebih dahulu. Sepertinya egois, tapi
pikirku ini sangat penting demi menjaga kesehatan tubuh. 1jam di luar tenda
19.00-20.00 masak indomie+telur+telur asin+nasi+ikan+tahu+makan minum susu bear
brand. Nikmat sekali rasanya. Alhamdulillah.
Buang air kecil, ganti celana &cd. Mantaaaaaaap. Ini adalah pertama
kali aku kuat berada di luar tenda karena tidak nyaman jika buru-buru masuk ke
dalam tenda orang lain. Makanya alternatifnya adalah berkegiatan di luar dalam
keadaan gelap.
Pukul 20.10 masuk tenda,salat istirahat sementara yang lain memasak
makanan.baik sekali mereka meski tahu aku sudah makan, tetap mereka menawariku
makan. Akupun menolaknya dengan baik.
Seperti biasa, malam terasa panjang sekali karena dinginnya udara yang
membuat kita sering terbangun. Akhirnya jam waker membangunkan kita pada pukul
04.30. Tayammum dan salat subuh. Segera kita melawan dingin berharap mendapat
sunrise di puncak. Menunggu 1jam sunrise tak kunjung keluar. Pagi ini cuaca
mendung khususnya di sebelah timur. Untung saja kemarin sore sempat menikmati
dan mendokumentasikan cantiknya sunset Cikuray.
Pukul 09.00 setelah sarapan bersama, aku pamit turun terlebih dahulu setelah packing pastinya. Perjalanan yang masih panjang ke Jakarta dan factor fisik menjadi pertimbangannya.
“Toh bisa jadi
aku yang turun terlebih dahulu akan tersusul oleh mereka karena muda usia dan
fisik yang prima”
“Terimakasih semuanya
ya, mudah2an kita bias silaturrahim lagi, Assalamu’alaikum”
“Sama-sama
kang, wa’alaikumussalam”
Alhamdulillah pukul 11.00 aku tiba di pos pendaftaran. Cukup cepat bagi
seorang yang sudah berkepala tiga. Seperti prediksiku, mereka menyusulku di
pos2.
Tak lama setelah melapor diri, segera kulanjutkan perjalanan ke rumah
kang Deni. Jaraknya sekitar 4km dari pemancar menuruni kebun teh yang
berkelok-kelok dan ladang petani setelah itu. Siang itu panas sekali meskipun
berada di daerah kebu the. Masyaallah. Beberapa kali aku harus beristirahat
karena panas dan sangat lunglainya kaki ini yang telah berjalan lebih dari
10km.
Di ujung desa yang bernama Ciharus aku digonggong anjing. Masyarakat di
sini banyak memelihara anjing untuk berburu babi hutan,musang dan tupai. Anjingpun
terus menggonggong dan mulai mendekatiku. Segera aku menunduk dan mengambil
batu berpura-pura ingin melemparnya. Ia tak berhenti menggonggong. Bahkan pemiliknya
sempat berkata kasar padaku karena menganggap aku melempar anjingnya.
Anjing menggonggong kafilah harus berlalu. Istilah ini agaknya tak
begitu tepat dalam situasi ini. Seorang kang Deni yang cukup dikenal di Cilawu
saja pernah digigit oleh anjing yang pemiliknya yang tak bertanggungjawab. Pemilik
dan anjingnya melarikan diri saat diminta pertanggungjawaban. Jika anjing punya
insting yang kuat apalagi manusia. Sikap
waspadaku menundukkan diri dan mengambil batu adalah antisipasi agar tidak
menjadi korban gigit lari.hehehe…
Pukul 14.00 tiba di rumah kang Deni. Mandi, packing, serta makan siang
leunca,sambel, ikan asin,tahu dan pastinya nasi panas. Subhanallah,
Alhamdulillah, nikmatnya. Waktu asarpun tiba. Salat ‘Asar +Zuhur lalu pamit
kepada kang Deni dan keluarga.
“Nuhun kang
Deni, maaf dah banyak ngerepotin”
“Jangan kapok
ya”
“Enggaklah
kang dikasih makan enak gini masa kapok, masih ada papandayan kang,hehehe..”
Pukul 16.00 tiba di terminal Guntur. Primajasa berangkat setengah jam
kemudian.
Alhamdulillah tiba di Jakarta
pukul 22.00.
P20 Pancoran – Cililitan Rp. 3000,-
Angkot Cililitan – PO Primajasa Rp. 3000,-
Primajasa Garut - Jakarta PP Rp.
84.000,-
Ojeg Terminal Guntur-Pangkalan
ojeg genteng Cilawu Rp. 20.000,-
Ojeg rumah kang Deni – Ojeg Genteng Rp 10.000,-
Angkot Cilawu – Terminal Guntur Rp. 3000,-
Taxi pasar Rebo – Pancoran Rp.
45.000,-
Rp.168.000,-
(Luthfi mulyadi,
01 Januari 2014)