Sampai pada 13/05/14
Bismillahirrahmanirrahim.
“I am not ready, They are Neither”
Jelas terdengar tawa canda
kegembiraan mereka di atas sana tanpa guru yang mengajar. “Dengan begitu guru
dapat pahala dong, kan membuat para siswa gembira?,hehehe…”,bercanda.
Ini bukan hanya tentang tanggung
jawab, tapi bagaimana melatih para siswa bertanggung jawab dan menghargai sesama.
Begitu banyak hal yang terkait hingga sekarang (19/05/14) belum siap bertemu
mereka.
Gayung harus bersambut. Jika tujuannya
adalah sukses KBM di kelas terlebih pembinaan karakter. Sekarang kita hamper sepakat
untuk melaksanakannya asal-asalan. Toh pada UKK nanti mereka akan mudah saling
mencontek tanpa pengawasan serius, sebuah pembiaran yang masuk akal karena KBM
memang sangat tidak efektif.
Dalam raker biasanya guru lah yang
disalahkan. Kurang menguasai materi, kurang explore metode yang menarik, kurang
dan kurang . Ungkapan ini tidak sepenuhnya salah, juga tidak sepenuhnya benar. Di
beberapa ruang beberapa guru sudah mulai mempraktekkan metode, pendekatan,
bahkan media yang banyak diajarkan para dosen di PPG atau PLPG. Tetap saja
antusias para siswa biasa-biasa saja.
Tidak sulit menyimpulkan bahwa para
siswa memang tidak siap bahkan memiliki masalah dalam diri mereka masing-masing
yang harus segera diselesaikan. Tapi apa daya, anak-anak bermasalah sebutlah
membuat onar di kelas, komentar tak sopan pada guru, kabur dari kelas,
provokasi untuk meninggalkan kelas selalu ada tiap tahunnya tanpa solusi yang
memadai. Hanya bisa berharap datangnya Hidayah dari Yang Maha Kuasa entah bagaimana
caranya (proses dan penjelasannya).
Sekali lagi bukan semata-mata guru
yang salah dalam hal ini. Apapun kurikulumnya, siapapun pengajarnya, jika para
siswa belum siap belajar, belum bisa dikendalikan, belum bisa berkonsentarsi
dengan baik KBM dimanapun adalah nonsense.
Belum menyerah. Hanya harus berani
tempuh jalur ini. Ketika seorang guru tak masuk kelas, ini berarti memberi
kesempatan para siswa menghargai ilmu dan guru. Hampir percuma mengajarkan
suatu ilmu saat mereka merasa tak membutuhkannya.Bagaimanapun caranya mereka
harus memahami kebutuhan akan ilmu. Bukan hanya kebutuhan pangan, sandang papan
terlebih suatu yang lux seperti gadget yang hanya mereka gunakan untuk bermain
ataupun berfoto ria.
Belum menyerah. Hanya harus berani
tempuh jalur ini. Honor yang belum kunjung berada di tangan semakin memperkuat
aksi ini. Sebuah experiment gila “Mari Tidak Peduli”
Ketika seorang guru tak masuk kelas,
ini berarti memberi kesempatan para siswa menghargai ilmu dan guru. Salah satu
tugas yang cukup mudah tapi membuat teman-teman yang malas memebenci yaitu memanggil guru.
Memanggil guru dan menghampirinya
adalah bentuk nyata hubungan yang harmonis antara guru dan siswa yang harus
selalu dibina. Hal tersebut membuat guru berpikir ia dibutuhkan, meski hanya
oleh sebagian kecil siswa. Ini akan menjadi kekuatan untuk melangkah menghadapi
teman-teman lainnya yang berulah. Sebaliknya jika tidak
(dipanggil/dihampiri/disusul) sangat logis jika kita berkesimpulan para siswa
tidak butuh seorang guru bahkan ilmu.
Aksi guru berharap
dipanggil/disusul/dihampiri diharapkan memunculkan karakter berani. Keberanian
dari ketua kelas atau siapapun yang membutuhkan bimbingan guru bahkan ilmu.
Keberanian melawan kemalasan yang tidak seharusnya dipelihara oleh mayoritas
teman-teman yang lain.
Sejauh ini pula artinya komunitas
destruktif di social media terlebih di lingkungan sekitarnya telah berhasil
mengajarkan ketidakpedulian. Salah gaul dimana-mana.
Tidak ada sedikitpun inisiatif dari
mereka yang benar-benar ingin belajar. Ketakutan pada teman-teman yang malas
telah menutupinya. Hilang sudah keberanian yang sangat dibutuhkan tiap
anak/orang untuk berjuang melawan kerasnya persaingan terlebih di Ibu Kota.
Satu kata yang tak berlebihan
“KASIHAN DEH LOH”
Sampai pada berniat resign berharap
dapat lebih banyak mengabdi pada Orang tua tercinta di Al-Bayyinah dengan
perkembangan-perkembangan yang signifikan. “Bahasa Arab Al-Qur’an”