Maling Gagal
Kriiing, kriing,kring,kriing.”Hoam,
hah, jam 00.10”, mungkin lebih dari lima kali alarm
handphoneku berbunyi. Alarm ini aku pasang untuk mengingatkan bahwa pagi hari ini pacarku Rahma berulang tahun ke 16. Ya, aku memang punya
selera yang muantap kan?,
cewek16 tahun cing, artinya keahlianku sebagai playboy tidak kalah dengan Om-Om
yang hanya bisa mengandalkan dompet mereka. Aku bisa menakhlukkan banyak hati
perempuan karena keahlianku merayu mereka dengan pujian setinggi langit.
Kalau sudah berada di atas awan, aku
bisa minta apa saja dari mereka, enak kan?.
Tidak salah kalau orang tuaku menamakan aku Boy Asmara, entah tujuannya apa
menamakanku dengan nama itu, sepertinya bukan untuk menjadi playboy handal,
hahaha.
Puluhan sms masuk darinya belum
kubaca karena aku memang baru bangun.
Duh, pasti dia sedang marah sekali padaku karena terlambat mengucapkan selamat
ulang tahun. “Sayang aku capek banget hari ini, suer deh, sejak jam 18.00
setelah salat Maghrib aku tertidur pulas sampai akhirnya terbangun jam 00.20
menit”, mungkin itu yang akan kukakatakan pertama kali kepadanya dalam sms atau
langsung menelponnya.
“Sial!”, sisa pulsaku tinggal Rp86,
sebelumnya aku yakin aku masih dapat menghubunginya dengan sisa pulsa sedikit
ini. Jadi iklan di tv, radio dan koran terbukti bohong semua. “Bangsat,
bohoooong” keluhku lagi dalam hati.
Satu lagi sms masuk dan kubaca
“pelanggan dengan no 086566667777 meminta anda menghubungi dan mantransfer
pulsa secepatnya, gak pake lama, hahaha!(Indotas)”, Loh, sms yang aneh, masa
ada kata-kata secepatnya, gak pake lama dan kemudian mentertawaiku seakan tahu
kesialanku pagi ini..”Iya sayang, seandainya kau tahu kalau aku memang belum
dapat menghubungimu, tapi kenyataannya memang aku belum bisa menghubungimu
sekarang”.
“Kreek, Gabruk” kubuka dan kututup
kembali pintu rumahku yang semakin keropos dimakan rayap. Walau sudah kucoba
menutupnya sebaik mungkin dan sehatihati mungkin tetap saja pintu itu berdecit
keras, bahkan terkadang engselnya terlepas jika ditutup terlalu keras.
“Ok, I’m out side now”, sekarang aku
siap bergerilya mencari pulsa demi kamu sayang. Jam di handphoneku menunjukkan
sekarang pukul 02.00. Sepertinya prosesku mulai bangun sampai keluar keluar
dari rumah memakan waktu cukup lama.”Duh, sabar ya sayang”.
Keluar dari gang, aku mulai dengan
menelusuri jalan utama makam Pahlawan KaliBata yang ramai dengan pedagang duren dengan lampu
petromaknya, seperti perahu-perahu nelayan yang mencari ikan tidak jauh dari
tepi pantai. Bulan tanggal 23 Sya’ban menemaniku berjalan membelah dinginnya
malam. Sesekali ia membuka kerudung awannya dan menampakkan mulutdan hidungnya
tanpa sesekali menampakkan matanya yang tidak lagi terkena sinar matahari. Ia
seakan ingin mengatakan “aku tahu apa yang kau lakukan pagi ini walau aku tidak
melihatmu Boy”.
“Duh, seharusnya aku ikut para
aktifis Majlis Rasulullah SAW atau Nurul Mushtofa bergadang mengisi malam dengan
tahajjud atau berzkir bersama memuji Tuhan Semesta Alam. Seharusnya aku
menyambut kedatangan tamu agung ‘Ramadhan” bersama mereka.
Entah, aku merasa mempunyai
kepribadian ganda yang mungkin tidak dapat dimengerti banyak orang. Satu hari
aku bisa merasa menjadi orang yang cukup baik dengan berbagai ritual dan aku menikmatinya, lain hari aku bisa merasa
menjadi orang yang cukup bejat dan nekat dengan perilaku tidak setia pada
pasangan. Rekan-rekan kerja mengenalku sebagai Office Boy yang cukup religius,
tapi dibelakang mereka, dua Office Girl telah aku pacari juga. Aku heran sampai
sekarang dua Office Girl itu enjoy-enjoy saja dan masih menganggapku sebagai
Office Boy yang baik. “Ya Allah betapa Maha Penyayangnya Engkau sampai sekarang
belum satupun umpatan atau makian yang ditujukan khusus kepadaku karena perilaku yang aku lakoni, Engkau Maha
Tahu bahwa aku tidak akan sanggup menghadapinya jika itu benar-benar terjadi”.
Mengenai kepribadianku yang lain, beberapa orang mungkin dapat menebak apa
yang akan terjadi dengannya yang belum bicara pagi ini. Ya, kali ini, ia
siap bicara setelah datang gilirannya. “Pagi ini adalah waktu yang cukup
kondusif untuk menyusup masuk ke rumah pacarku dan kemudian bercumbu di
belakang Ayah, Ibu serta kakaknya, hahaha”. Motivasi yang sangat kuat ini
menambah laju langkah kakiku untuk cepat sampai ke tujuan dengan pulsa di
tangan sebagai pasword tanpa suara, pembuka pintu rumahnya. Di sudut lain
hatiku, kupersiapkan juga mental siap menerima kekalahan jika ini tidak
berjalan seperti yang kurencanakan.
Pukul 02.30 aku sudah sampai PLN
Duren Tiga. Tidak ada satupun pedagang pulsa dengan etalase kecil yang biasanya
kutemui di malam hari masih terjaga di pagi hari ini, padahal aku yakin mereka
akan berjaga pagi ini di sepanjang jalan ini hanya untukku. “Sepertinya malam
ini memang bukan untukmu Boy”, suara itu mengingatkanku bahwa rencanaku adalah
rencana yang gila.
”TIDAAAK, RENCANA INI ADALAH RENCANA
YANG LOGIS DAN SANGAT MUNGKIN DILAKUKAN, APA SUSAHNYA MENGENDAP – ENDAP MASUK KE RUMAH YANG SUDAH TERBUKA, SECEPATNYA
KAU CUMBU DIA, PUASKAN HASRATMU KEMUDIAN
TUTUP DENGAN SEDIKIT BASA – BASI UCAPAN TERIMA KASIH, AKU BAHAGIA SEKALI PAGI
INI, SEBELUM KAU TINGGALKAN DIA,HAHAHA,APA SUSAHNYA, HAH?, MANA NYALIMU BOY?,
APA KAU LUPA UNGKAPAN “NO FEAR” YANG ADA DI TIAP KAOS PESERTA FEAR FACTOR DAN
GRUP BAND YANG KAU CINTAI?”
Suara itu lebih keras terdengar
dengan penjelasan yang sangat masuk akal. Suara ini lebih memantapkan dan
meyakinkan bahwa aku bisa melakukannya. Tidak seperti suara pertama yang hanya bisa
mengatakan bahwa ini adalah rencana gila, tanpa penjelasan logis seperti para
khotib sampaikan di mimbar masjid tiap hari Jum’at yang lebih lemah terdengar dan membuatku
mengantuk, ragu lalu meninggalkannya.
“Pliz deh Pak Ustadz, jama’ah mu
bukan orang tua saja, yang betah kau
ajak bicara tentang salat, zakat, puasa serta pergi haji. Anak-anak, remaja
serta mahasisiwa adalah juga jama’ahmu yang ingin mendengarkan penjelasan bagaimana
Islam mensikapi pacaran, kondom, rokok, ngeceng di mall, drugs, motivasi belajar, bekerja keras dan hal lain yang dapat membuat
mereka survive di Jakarta yang buas ini”, tiba-tiba saja otakku mengaitkannya
dengan khotib jum’at yang sering kali kujumpai di banyak masjid.
“Guk,guk,guk”, “Astagfirullhal’azhim”,
Alhamdulillah pribadi baikkku cukup terbiasa dengan kalimat thoyyibah,
mudah-mudahan menjadi tambahan bekalku di akhirat nanti. Dalam keadaan gelap
aku memang tidak memperhatikan anjing hitam setinggi anak berumur 9 tahun telah
berdiri tegak sambil menjulurkan lidahnya
berada tepat di samping jalan di depan rumah besar berwarna cokelat. Anjing itu
menyeringai dan menyalak kepadaku seakan aku maling yang siap diterkam dan
dicabik-cabik oleh taringnya yang tajam. Hatiku berdebar keras setelah melihat
anjing hitam besar yang masih memburuku dengan mata liarnya. Mudah-mudahan
rantai besi itu cukup kuat untuk menahannya sampai aku dapat pergi jauh dari
sini.
“Fyuh, sudah cukup jauh rupanya dari
anjing itu”, tapi kok suaranya mendekatnya ya?, Celaka, anjing itu berhasil
lepas dari rantainya dan mengejarku sekarang.”WAAA, TOLOOOONG!”, pagi sunyi ini
mendadak menjadi gaduh karena suaraku yang ketakutan dikejar anjing. Para satpam rumah-rumah besar pun bersiap dengan
pentungan mereka, entah ingin menolong atau malah memukulku karena disangka
maling yang mencoba kabur. “AMPUUUN!”, akhirnya beberapa satpam bertubuh tegap
itupun dapat mengamankan aku dan anjing yang mengejarku itu setelah
berkejar-kejaran sejauh dua ratus meter.
“Astaghfirullahal’azhim,
Al-hamdulillah”, kata-kata itu mambantuku lagi dalam menghadapi mereka. Mungkin
karena mendengar aku membaca kalimat thoyyibah, mereka tidak serta merta
memukulku dengan pentungan mereka. Sambil
terengah-engah menahan nafas yang memburu, akupun kemudian diinterogasi oleh ketiga
satpam itu.
“Woi tong, lo
maling ya?”, “Bego lo, mana ada maling ngaku, jadi nggak usah ditanya dia maling atau bukan, dah jelas-jelas jam segini
dia kabur kenceng banget, apa lagi kalo bukan maling?”.
Kini giliran satpam yang terlihat
paling senior bertanya kepadaku, “ Dah, udah biar gue aja yang tanganin.Tong, jawab
yang jujur, lo ngapain jam segini masih keluyuran aja?”, “Saya lagi cari pulsa
buat hubungin pacar saya yang ulang tahun pak, di tengah jalan saya dikejar
anjing”. Aku usahakan lebih tenang
menjelaskan apa yang terjadi sesungguhnya dengan bahasa yang sopan agar mereka
percaya”. Penampilanku memang cukup meyakinkan bahwa aku bukanlah orang jahat,
ditambah wajahku yang baby face membuat mereka iba dan akhirnya melepaskanku
tanpa syarat apapun. Buktinya aku masih dipanggil tong, artinya aku masih
dianggap remaja oleh mereka. Untung mereka tidak sempat memeriksa KTPku, disana
tertulis jelas umurku 26 tahun. Bangkotan kalau orang betawi bilang, hehe.
“Kriiiiing,kriiiing”,”Iya sayang,
aku lagi berjuang untuk hubungi kamu nih”, aku pun masih bebicara sendiri
seperti orang gila yang haus pulsa. “pelanggan dengan no 086566667777 meminta
anda menghubungi dan mantransfer pulsa sekarang juga”. Sms itu membuatku
tersiksa dan memaksaku terus mempercepat langkahku untuk sampai ke pasar buncit
yang aku yakini telah ramai pagi ini.
Benar, pasar buncit memang ramai , tetapi ramai dengan pedagang sayur dan
buah di sisi-sisi jalannya. Aku mulai berspekulasi bertanya tiap kaki lima yang berdagang di
pinggir jalan. Pengalaman pahit menjadi sales membuatku percaya dan yakin dari
10 pedagang kaki lima
pasti ada satu pedagang yang menjual voucer pulsa. Sampai kini, pengalaman itu
tidak terbukti dan kian membuatku benci kepada sales dan MLM dengan muka tebal
mereka. Buktinya tidak satupun pedagang kaki lima yang menjual voucer pulsa di pasar ini.
“AAAAH”, aku berteriak kecewa
setelah spekulasiku datang ke warteg dengan cat tembok biru hijau gambar produk
salah satu sellular yang mengiklankan produknya dengan artis cantik Luna Maya
pun ternyata hanya menjual semur telur, tahu dan jengkol. Jam 03.20, sudah semakin
pagi rupanya, aku belum dapat pulsa untuk menghubungi Rahma. “Maafkan aku
sayang!”
“Woi, anjing!, cari ribut lo ama
ague?, lo nggak kenal siape gue?”, seorang laki-laki dengan pakaian lusuh berjalan sempoyongan dengan membawa botol
minuman menghampiriku. Badan dan mulutnya berbau alkohol, tangannya kemudian
tanpa basa-basi lagi mengayunkan botol minuman kearah kepalaku. Untung dia
mabuk berat, sehingga gerakannya menjadi lambat dan tidak dapat fokus untuk
mengenai sasarannya.
Tampaknya ia
tersinggung dengan teriakan kecewaku tadi.
Jantungku kembali berdegup keras.
Aku mencoba untuk tenang dan berpikir. Aku yakin dia tidak dapat mengejarku
jika aku melarikan diri. Kalaupun dapat, pasti ia akan jatuh tersungkur tidak
jauh dari tempatnya mulai berlari. Tidak ada pilihan aku harus berlari
sedikitnya 20 meter untuk menjauh darinya, setelah itu baru aku akan kembali
melangkah normal.
Jam 03.30. Tidak ada lagi harapan
untuk mendapat pulsa, karena tidak ada lagi pedagang sekarang. Di ujung pasar
ini kembali mencekam dengan adanya bekas rumah bongkaran di sebelah kiri jalan
yang rimbun ditumbuhi oleh alang-alang
dan rumput liar. Disinilah tempat dan waktu yang tepat untuk mengubah rencana
menjadi “Mission Imposible”.
Rumah Rahma tidak jauh lagi dari sini,
kira-kira 100 meter lagi dengan dua belokan kanan dan kiri setelah menyeberangi
kali. “Ok, semuanya sudah terlanjur, terlanjur dikejar anjing,terlanjur
diinterogasi, terlanjur spekulasi, terlanjur ribut dengan preman pasar,
sekarang harus dituntasi dengan Mission Imposible menyusup masuk rumah Rahma
tanpa Password. Hasrat dan kecewa ini telah membuncah dan melahirkan kenakatan
yang besar yang sulit untuk di bendung oleh akal sehat. Tinggal menunggu lucky or unlucky
pagi ini.
Tanpa diminta otakku telah terstimulus
untuk berfikir keras bagaimana menuntaskan rencana ini. Pastikan keadaan aman
di mulut gang, tanpa ada hansip atau anak muda yang nongkrong di sana. Tidak tergesa-gesa waktu berjalan, juga
tidak terlalu lambat.Jika ada hansip atau anak muda di mulut gang batalkan
rencana. That’s all I have.
“Fyuh!”, jam 03.40, hatiku berdetak
keras sekali. Aku merasa seperti
perampok di film action Hollywood tanpa peralatan canggih apapun. Aku berusaha mengingat
dan meniru film action itu sebisanya agar orang-orang tidak curiga padaku.
Ternyata film-film itu sangat bermanfaat bagi orang yang ingin berkarir menjadi
penjahat yang gila sepertiku.
Tidak ada hansip, tidak ada
anak-anak muda yang nongkrong di mulut gang. Artinya kecemasanku sudah
terjawab. Tinggal sekarang meneruskan perjalanan menyusuri gang yang cukup
sempit dan gelap. Kecemasan satu hilang , timbul kecemasan baru yang membuatku mondar mandir bodoh di tengah
gang. Otakku kembali berpikir keras berusaha melengkapi rencana yang belum aku
persiapkan tadi.
“Ampun”, rencanaku tadi baru sampai
pada keadaan aman atau tidak aman di mulut gang. Setelah masuk ke dalam gang
aku belum tahu harus apa lagi. Gerakan mondar-mandirku di tengah-tengah gang
dipastikan dapat mengantarkan aku ke sel Polsek Jakarta Selatan karena sangat mencurigakan. Kalau aku tertangkap
oleh warga saat ini, aku belum menyiapkan jawaban yang bagus untuk mengelak dari tuduhan
kriminal.
Aku paksakan untuk terus melangkah
melanjutkan perjalanan menuju rumah Rahma dengan langkah yang sangat berat.
Tidak lebih dari dua puluh langkah rumahnya akan segera terlihat jelas. “Ya Allah aku tidak mau tertangkap pagi ini.
Aku tidak mau mencoreng muka orang tuaku karena kelakuanku ini”. Gila nggak
tuh, dalam kondisi seperti ini aku masih berdoa, meminta kepada Allah untuk
mengamankan My Mission Imposible.
Masih ada kenekatan dalam otakku
walau hatiku sudah beberapa kali memintaku untuk segera meninggalkan lokasi
berbahaya ini. Tepat di depan rumah Rahma yang tertutup gorden aku berdiri
mematung tanpa suara dan gerakan sedikitpun. Jarak antara aku rumahnya kini
tinggal tiga jengkal lagi. Otakku langsung mengintruksikan aku mengintip ke
dalam rumahnya dengan hanya modal nekat, lagi-lagi nekat. Kali ini tidak ada
penjelasan logis dari otakku. Ia hanya ,mengingatkanku jika kau berdiri
mematung terlalu lama tanpa aksi, kau juga akan dapat menjadi tertuduh
perbuatan kriminal. Suara yang terdengar
sangat lantang tidak lagi kudengar sekarang. Semua sunyi senyap berdiam diri
menyerahkan semuanya kepadaku, seakan tidak
ingin bertanggung jawab telah membawaku sejauh ini.
“God, i really hate this”. Akupun
mengikuti intruksi untuk segera mengintip ke dalam rumahnya. Mungkin jika Rahma
tidur di ruang depan aku masih bisa berbisik untuk dibukakan pintu. “Sial”, aku
lihat ayahnya tidur di ruang depan.
“Cukup sampai disini, Mission
Is Fail”.Aku putuskan untuk segera angkat kaki dari tempat menyeramkan
ini.
Belum dua langkah aku berjalan
mengendap-endap mundur dari lokasi, terdengar suara ayam yang merasa terancam
dengan gerakanku berbarengan dengan datangnya musang musuh abadinya.”Keok,
keok”, suara ayam itu rupanya membuat salah satu tetangga Rahma sedikit tersadar. Ia sempat melongok ke luar
rumah untuk memastikan aman. Aku pun segera tiarap untuk menghindari pandangan
tetangganya Rahma yang baru saja kuingat bahwa ia adalah seorang tentara yang
sangat mungkin mempunyai insting yang tajam jika ada orang yang ingin berbuat
kriminal. “Ampun”, Jantungku berdegup sangat kencang. Terlintas banyak kenangan
indah dengan keluarga baikku. Percaya tidak percaya pagi ini, aku akan segera
mencoreng nama baik mereka Aku sudah pasrah jika tentara itu menangkapku atau
malah menembakku dengan pistolnya dalam
keadaan tiarap seperti ini.
Tiga menit aku tiarap, rupanya tentara
itu tidak melihatku.”Alhamdulillah”,
Setelah memastikan aman, aku bergegas meninggalkan rumah Rahma dengan
berat hati. “Sayang, aku pulang ya!”, bisikku lirih.
Tertatih aku berjalan karena letih dikondisikan selalu pada keadaan
mencekam baik fisik maupun psikis yang aku buat sendiri. Rumah Rahma sudah
tidak terlihat lagi. Suasana mencekam perlahan meninggalkan aku. Perlahan pula
perasaan damai menggantikannya, menghampiriku saat berada di pinggir jalan utama
menuju Hero Kemang. Sayup-sayup salawat terdengar tidak jauh dari jalan utama
ini. Aku tidak tahu kemana lagi kaki ini akan membawaku. Seperti dalam mimpi,
aku berjalan di pagi menjelang subuh ini dalam
keadaan yang letih dan mengantuk. Beberapa kali kakiku tersandung batu
dan aku tidak menghiraukannya.”Fyuh, Ya Allah aku letih, aku ngantuk”, keluhku
pada-Nya. Akupun duduk dipinggir jalan itu sambil menikmati lalu-lalang
mobil-mobil mewah yang melintas dengan wanita-wanita cantik dan musik yang
cukup keras terdengar dari dalamnya, seakan tidak mau kalah dengan suara
salawat dari masjid. Aku pikir mereka tidak jauh berbeda denganku, yang
membedakannya adalah mereka mempunyai fasilitas untuk bersenang-senang
sedangkan aku tidak. Mereka berani
mambuka identitas mereka di depan publik sedangkan aku tidak. Aku hanya
maling gagal yang pengecut, yang masih berkeyakinan aku adalah makhluk-Nya yang lebih baik dari mereka di mata Tuhan. Semoga.
Jam 04.15. Sekarang mataku tertuju pada minimarket yang ternyata
buka 24 jam. “Ampun”, dengan tenaga yang masih tersisa, aku melangkah menuju
minimarket tersebut dengan keyakinan ada pulsa di sana.”Sayang, tunggu ya!”. “Alhamdulillah”,
minimarket itu menjualnya.
“…Kau hancurkan aku dengan sikapmu, tak sadarkah kau telah menyakitiku…”,
Aku baru tahu ternyata Rahma telah mengganti nada sambung handphonenya dengan
lagu ini. “Assalamu’alaikum, selamat ulang tahun ya sayang, aku ka…”, ”
Terlambat, kita putus!”.belum lagi aku lanjutkan pembicaraanku, tiba-tiba Rahma
memutuskan pembicaraan dan cintaku. Aku coba lagi berpuluh-puluhkali
menghubunginya, tapi ia tetap enggan menerimanya.
“Allahu Akbar Allahu Akbar,…Hayya ‘alas Sholah, Hayya ‘alas Sholah, Hayya
‘alal Falah, Hayya ‘alal Falah…”, Sekuat tenaga aku langkahkan kakiku yang
lunglai menuju Masjid yang telah memanggilku untuk menemui-Nya. Tidak ada lagi
energiku untuk berlama-lama dengan kekecewaanku yang sempurna. ”Nothing to lose”,
aku yakin aku akan dapat sesuatu yang lebih berharga pagi ini. Rahma memang telah membuatku begitu tergila-gila
dengan kecantikannya, tetapi lagu cinta-Nya seharusnya lebih indah dan dapat
menetramkan hatiku yang sedang sakit ini. Pagi ini aku ingin adukan hal itu
pada-Nya. Akupun kembali ke dalam
peluk-Nya sambil berucap “Marhaban Ya Syahru Ramadhan, Marhaban Syahrus
Shiyami…”.
(Luthfi
Mulyadi, 02 September 2008)
Sinopsis
Boy Asmara adalah seorang yang
sering bergelut dengan suara hatinya. Walau ia dikenal sebagai karyawan (Office
Boy) yang religius di tengah-tengah rekan-rekan kerjanya, akan tetapi iapun
memiliki cerita yang sangat kontras dengan kepribadiannya yang positif. Ia
mengenal dirinya sebagai orang yang memiliki kepribadian ganda yang saling
berlawanan. Suatu pagi buta, Boy dingatkan oleh alarmnya untuk mengucapkan
ucapan ”selamat ulang tahun” kepada selingkuhannya Rahma. Karena tidak memiliki
pulsa yang cukup, maka ia tidak dapat menghubungi pacarnya. Iapun keluar rumah
untuk berburu pulsa. Pagi itu adalah pagi yang penuh dengan cerita tentang
pergelutan hati dan pikirannya. Mulai dari dikejar anjing, diinterogasi satpam,
ribut dengan preman pasar sampai keputusannya untuk menjalankan Mission
Imposible yang gila. Pada akhirnya setelah melewati banyak ketegangan, iapun
memang harus berdamai kembali dengan hati nuraninya dalam pelukan Ilahi di
salah satu masjid di bilangan Kemang.
.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar