Afra & Penjahat
Berpeci
Sebuah
cerpen
“eh, ada Afra?”
Tegurnya
kepadaku. Aku menoleh lalu meninggalkannya.
“Loh, siapa ra?”
Tanya
ibu kepadaku.
“bukan siapa-siapa bu”
Jawabku. Ibupun mengikutiku dari belakang bersama adik-adikku. Selama ini ibu cukup
mengekangku. Salah satunya dengan menemaniku tuk jalan malam meski di bulan
Ramadhan.
Tak tanggung-tanggung ia membawa serta dua adikku yang masih
berumur 5 dan 3 tahun. Ya ampun, apa kata teman-teman nanti jika mereka menemukanku jalan dengan ibu dan adik-adikku.
Sangat memalukan.
Sesampainya di rumah ibu kembali mengejarku dengan pertanyaan.
“ra, tadi siapa sih?,kok rapih banget pake peci gitu?”
“orang bilang bukan siapa-siapa, penjahat juga bisa kan pake peci?”
Jawabku
agak ketus.
“masyaallah afra, kok jawabannya gitu sih sama ibu?”
Tak mampu lagi lidah ini berkata, akupun mengunci pintu di dalam
kamar. Serasa mulut ini menyakiti hati ibu.
Astaghfirullahal’azhiim. Ya Allah, kok Afra jadi gini ya?, tanyaku
dalam hati. Ada kebingungan yang sangat besar kenapa ini bisa terjadi.
Kucoba lagi gunakan otakku untuk berpikir. Kata guru BK, jangan melulu gunakan perasaan jika ingin
memecahkan atau menghadapi suatu permasalahan.
Akhirnya
otakku sampai pada pertanyaan ;
“sebenarnya ia atau ibumu yang kau benci?”
Tak terlalu sulit memilihnya meski kadang aku juga membenci ibuku. Aku
jelas lebih membencinya. Ya, penjahat berpeci yang mencoba bermuka manis
menegurku. Segera aku hampiri ibu dan meminta maaf padanya.
“bu, maafin Afra ya”
“gak apa-apa sayang. Kalo boleh tahu siapa sih yang negur kamu
semalam?”
“ih, ibu gak penting ah, mending aku bantu ibu cuci piring sekarang”
Kucoba lagi mengalihkan pertanyaan ibu dengan menawarkan
pertolongan.
“sayang, penting sekali untuk ibu tahu, siapa sebenarnya dia. Kalo dia
benar-benar penjahat yang bisa menculik kamu gimana?, ibu kan gak mau
kehilangan anak ibu yang manis dan pintar ini.”
Sambil memeluk dan mencium dahiku. Pertanyaan yang sulit sekali
untuk kujawab. Masyaallah haruskah aku cerita tentang aib seorang guru
kepada ibu.
“ra, kok jadi bengong sih?”
“oh, gak apa-apa kok bu”
“jadi siapa sebenarnya penjahat berpeci semalam?, bukan menteri
agama RI kan?,hehehe”
“iiih, ibu masih bisa bercanda aja. Ia guru Afra bu.”
“Oh, guru kamu. Terus kok
kamu keliatan benci banget sama dia, emang kamu pernah diapain?”
“Itulah juga yang Afra ingin ceritakan ke ibu. Bingung banget bu tentang
kondisi sekolah. Kepala sekolah yang
katanya korup, guru yang pacaran sama murid, guru yang pacaran sama guru guru mencuri, guru yang yang suka berkata cabul
di hadapan kita, guru pemberi harapan palsu, guru yang merokok, guru yang meminta belikan
rokok, guru yang menghukum muridnya karena ketahuan merokok, guru yang membela
muridnya yang kriminal agar dinaikkan kelas, guru yang hobinya ngobrol dan tertawa terbahak-bahak hingga terdengar
sampai lantai 2, guru yang menawarkan untuk pindah sekolah karena keadaan tak
lagi kondusif, pokoknya banyak deh bu”
“Masyaallah segitu banyaknya permasalahan, kamu tahu dari mana?”
“dari diskusi teman-teman dan guru-guru bu”
“Trus tentang penjahat berpeci gimana?”
“kata teman-teman ia pacaran sama temanku, padahal ia dah punya
istri”
“Masyaallah, terus?”
“Sebenarnya aku simpati sama dia . Dia cukup peduli ketika yang
lain dah hampir lepas tangan tentang perkembangan aku dan teman-teman. Ia masih
menyempatkan memanggil dan menasehati kita jika ada perilaku kita yang salah
dengan cukup santun, padahal ia cukup sibuk dengan urusannya. Ia terus
mendorong kita tuk berkarya, khususnya menulis. Ia lebih sering memberi motivasi dengan contoh nyata dibanding guru
BK-ku.”
“Jadi benci apa cinta neh?”
“Iiih, ibu. Itulah bu yang aku bingungkan. Aku meyakini karena
semrawutnya sistem sekolah tanpa ada usaha pembenahan yang serius, tak lama ia
pun juga terseret kasus. Teman-teman
terlanjur membencinya bu. Seakan tiada maaf baginya. Aku jadi bingung deh harus
gimana.”
“Subhanallah, anak ibu dah pinter banget ya. Ibu bangga
banget punya anak kayak kamu sayang. Kamu dah bisa analisa sejauh itu. Ibu seneng
banget kamu bisa cerita banyak ke ibu. Artinya kamu masih percaya sama ibu
dibanding teman-teman yang mungkin terlalu mengedepankan emosi”.
“Hal ini tak bisa dibiarkan. Ibu mau anak ibu berkembang dengan
optimal, bukan malah terkubur dan busuk bersama sistem yang bobrok. Ibu akan
bayar berapapun agar anak ibu bisa jadi anak yang saleh. Satu lagi pertanyaan
ibu ,terus siapa yang anjurkan kamu tuk
pindah sekolah?”
Agak lama aku berpikir tuk menjawabnya. Pasti ibu juga akan heran mendengar hal itu.
“yaaaaaaaaa, penjahat berpeci itu,hehehe...”
“Haaah,Masyaallah????”
Keduanya pun tersenyum dan
saling berpelukan. Semoga Afra mendapat pendidikan yang jauh lebih baik di
sekolah barunya. Amin.
Luthfimulyadi,20/07/14-06.45