Hasan dan kawan-kawan. Barisan kutu buku anak-anak pintar baru saja berlalu. Mereka
sama-sama menyeberangi jalan melintasi jalur transjakarta dengan keseruan cerita
novel-novel yang mereka baca.
Di satu titik di seberang jalan tepat di bawah
pohon pasangan remaja sedang mabuk
merayu dayu.Dari seragam muslim diketahui gerombolan kutu buku dan sang
pasangan mereka dari sekolah yang sama. Ya, baju muslim Kotak-kotak hijau.
“Rese’ bgt tuh guru. Die berhenti lagi lagi.ngapain coba?”
Di seberang jalan seorang guru sengaja berhenti
memperhatikan gerak-gerik sang pasangan yang tengah dimabuk asmara. Sudah lebih dari lima menit ia memperhatikan rayuan-rayuan disertai sentuhan-sentuhan hasrat menggebu layaknya pemain sinetron yang tidak belajar di madrasah.
Sang jantan biasa terlihat di masjid dan musholla berlatih hadhroh melantunkan salawat dan dzikir. Sang betina dikenal sosok pendiam dan pasif. Ini pertama kali jatuh cinta dan terlanjur menikmati sentuhan-sentuhan hasrat. Terlanjur enaq, enaq,enaaaaq. Pikirnya hanya pacarnyalah yang dapat memberikan kenikmatan sentuhan. Padahal hampir semua laki-laki mahir untuk menyentuh,hahay.
Saat sadar, pertanyaan2pun berkecamuk di pikiran sang guru.
Mengapa?,
Untuk apa?,
Tanggung jawab siapa?,
Dibayar berapa?,
Apa untungnya? dll.
Keyakinannya ia berada di sana adalah takdir Tuhan. Harus ada yang korbankan waktunya beberapa menit untuk beramar ma'ruf nahi munkar. Allah yang akan membayar semuanya, bukan manusia. Sang
gurupun mengisi kekosongannya dengan berpura-pura mengirim sms ataupun
menghubungi via telepon berharap kehadirannya dapat segera mengusir pasangan.
Berharap ia dianggap mata-mata yang ditugaskan oleh pihak
sekolah kaitannya kasus seminggu yang lalu teman-temannya terlibat tawuran. Lusa
ujian madrasah menunggu. Pikirnya inilah
hari terakhir tuntaskan hasrat menggebu. Mereka mengistilahkan pembukaan dan
penutupan.
“Kayak gak pernah muda aja tuh guru”
kembali komentar dari
sang pasangan mencerca. Ia mengganggap semua orang dewasa sewaktu remaja pasti
pernah berpacaran seperti dirinya ini. Takkan ia percaya jika memang sang guru bekerja keras saat remajanya menimba ilmu di pesantren tanpa pernah pacaran.
Kalaupun memang sang guru pernah pacaran dulu, kini ia mengambil tugas orang dewasa membimbing dan mengawasi anak-anak remaja generasi selanjutnya agar tidak madesu seperti pernah dilakukan oleh orang dewasa dahulu kepadanya.
Pak gurupun belum bergeming. Masih setia dengan tatapannya
yang tajam mengarah ke pasangan.Gerombolan selanjutnya lewat. Nazif dan kawan-kawan yang
kerap kena marah sebab kelasnya yang sangat kotor. Alhamdulillah, dua anak
menegurnya.
“Pak!”
Pak gurupun mengangguk menyambutnya. Teman-teman tidak serta
merta ikut menegurnya. Mungkin masih kesal dan bosan dengan ceramahnya tentang
kebersihan yang tak habis-habisnya. Ya kalo habis berarti kelas sudah bersih.
Mereka pun segera meninggalkan sosok pak guru meski telah melihatnya.
Pandangannya kembali menyisir seberang jalan ke titik sang pasangan. Barisan metromini, kopaja dan mobil pribadi menutupi pandangannya. Siang itu lalu lintas sedang padat-padatnya.
Sang guru berharap sang pasangan segera meninggalkan tempat tesebut, dan ia dapat segera melanjutkan tugasnya mengoreksi latihan anak-anak di madrasah.Satu persatu kendaraan mulai bergerak dan membuka kembali lokasi sang pasangan.
"Masyaallah"
Ucapnya heran. Belum juga mereka berpindah dari lokasi semula. Harapannya agar pasangan sadar masih ada yang peduli dengan mereka. Jika di khalayak saja mereka tidak malu bagaimana jika hanya mereka berdua. Kesabaran sang guru masih terus diuji entah sampai kapan.Kembali ia berdoa agar kejadian ini segera berlalu. Tak lama merekapun merekapun berpisah.
"Alhamdulillah"
Ucapnya.Tugaspun selesai. Suatu usaha yang ia yakini tidak sia-sia.
فمن يّعمل مثقال ذرّة خيرا يره ومن يّعمل مثقال ذرّة شرّايّره
Tidak ada komentar:
Posting Komentar