Anak Kota
VS Anak Ndeso
Laptop, tablet, BB, Seven Eleven, dengarkan mp3 dimanapun
kapanpun termasuk di kelas, warnet min 3jm perhari, jajan minimal 10rb perhari,
bangun siang, fasilitas motor, bergadang tuk sms-an pacar, bergadang tuk games
online, pacaran, nonton tv minimal 3jam perhari, dan seabrek kegiatan
kontraproduktif lainnya sangat banyak kita jumpai dilakoni oleh anak-anak di
kota.
Tanpa laptop, tablet apalagi BB, tanpa banyak fasilitas
yang membuat malas dan terlena, sering tidak diberi uang jajan, menabung, sering
pula berpuasa, jalan minimal 5km tiap hari, bangun pagi, salat jama’ah, rutin
mengaji, banyak membaca, khusyuk berdoa dalam keheningan malam dalam
tahajjudnya meminta disampaikan cita-citanya bahagiakan orangtua, bergadang tuk
belajar, kuasai pelajaran yang telah dipelajari karena yakin ilmu tersebut akan
dibutuhkannya kelak.
Paparan kontras bisa kita lihat di atas. Beda usaha beda
hasil yang didapatkan. Jika kita baca biografi orang-orang sukses tak lepaslah mereka dari kerja keras, pengorbanan waktu khususnya di
masa belia. Hampir tidak pernah ditemukan orang yang sekarang mempunyai jabatan
cukup tinggi bekerja di suatu perusahaan ternama dengan bayaran yang tinggi
pastinya, dahulu masa remajanya penuh dengan fasilitas melenakan dan
kegiatan-kegiatan kontraproduktif.
Maka kitapun harus rela jika posisi, jabatan pekerjaan
penting dengan gaji menjulang tinggi Insyaallah
akan didapatkan oleh anak-anak yang datang dari pelosok-pelosok desa dengan segenap semangat juangnya
mencapai cita-cita. Sebaliknya kitapun harus rela posisi bawahan yang tersisa
menjadi security, pos office, office boy, sales girl, receptionis dengan gaji
dan penghargaan yang rendah akan didapat oleh anak-anak kota dengan semangat
juang yang rendah karena terbiasa bersantai di usia muda. Bukan maksud
mengecilkan profesi-profesi tersebut, tetapi mari berpikir positif tuk berani
korbankan masa muda tuk belajar,belajar dan terus belajar.
Mari kita lihat
Sepertinya tidak salah ungkapan syair dalam kitab ta’lim
al-muta’allim yang berbunyi :
بِقَدْرِ اْلكَدِّ تُكْتَسَبُ اْلَمعَالِيْ فَمَنْ
طَلَبَ اْلعُلَى سَهَرَ الَّيَالِي
Cita-cita itu
tergantung usaha sang pengejarnya, orang yang menginginkan kedudukan tinggi (mencapai
cita-cita yang tinggi) maka ia akan bersungguh-sungguh gunakan malam hari untuk
terus berusaha mengejarnya.
Sayang sekali kitab
ini tidak banyak dikaji lagi oleh banyak MTs. Di Jakarta khususnya. Sehingga
psd (peserta didik) beranggapan bahwa tujuan belajar tidak lebih dari
mendapatkan pekerjaan. Sungguh dangkal sekali ya!
Dalam peribahasa
yang jarang lagi digemakanpun kita pernah mendengar :
Berenang-renang ke
hulu
Berakit-rakit ke
tepian
Bersakit-sakit
dahulu
Bersenang-senang
kemudian
Jujur tak rela jika
psd2-ku hanya akan menjadi bawahan karena
kalah bersaing dengan anak-anak desa, tapi apa mau dikata mereka sendiri
yang memilih jalannya. Berleha, bersantai dan bersenang-senang di usia muda
hampalah tanpa isi kepala di usia dewasa. Na’udzubillah min Dzalik.
Semoga segera
tobat. Amiin Ya Robbal ‘Alamin.
(Luthfimulyadi,21/07/13-10.00)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar