POS3 SINDORO
Malam itu aku diombang-ambing angin seperti
ranting kecil yang ringan. Dalam tenda monodome yang layernya tak lama
lagi bertahan.Pasak-pasak tercabut dari tanah yang hancur tak mungkin lagi
kutanamkan.Ya, baru saja 10 menit yang lalu kutanam menembus tanah gembur
ketinggian 2300mdpl.
Bagian bawah tenda mulai terangkat seakan-akan
aku berada di dalam balon air mainan yang biasa ada di wahana air. Tanah yang
tak datar membuatku selalu terdesak ke bawah.
Berkali-kali sudah kuperbaiki posisi tidurku.
Jelas ini bukan tidur yang nyaman. Angin bar-bar itu mendorongku berkali-kali
tanpa bosannya. Angin kencang, hujan deras dalam gelap kabut pos3 gunung
Sindoro via Alang-alang Sewu. Kondisi ini seakan nostalgia pendakian Merapi
2011.
Setua ini aku masih saja dipermainkan.
Mengulangi kembali kesalahan. Sudah kukatakan akhir tahun bukan waktu ideal
untuk pendakian.Hahaha,lucunya penyesalan.
Setua ini harusnya cukup nyaman menikmati camping
di samping sungai menikmati kopi dan cokelat panas. Resiko dalam kegiatan
camping pastinya tidak sebesar kegiatan mendaki gunung. Ah,celaka, masih ada
anak muda yang harus kuantar menuju puncak. Entah berapa kali lagi.Tak tega aku
menolak mereka. Aku khawatir minat mereka yang positif akan segera berubah.
Bisa saja mereka akan melakukan hal yang lebih tidak bermanfaat seperti
kebut-kebutan di jalan dengan motor mereka.
***
Sesampainya di pos3 Sindoro via Alang-alang
Sewu keadaan sekitar sudah memutih full kabut. Angin kencang mulai berhembus. BL
Putar otak untuk memutuskan spot terbaik untuk mendirikan tenda. Bukan di dekat
patok pos3, bukan pula dalam hutan kecil karena khawatir tertimpa pohon yang roboh
terkena angin.
Ya, kupilih dibibir hutan kecil di belakang
pohon terakhir yang masih berdiri. Kupastikan dahan-dahannya cukup kuat menahan
terpaan angin bar-bar nanti malam. Banyak dahan disekitarnya telah roboh. Cukup
ngeri membayangkan jika kami sampai tertimpa dahan pohon selanjutnya yang patah
terkena terpaan angin kencang.
Aku prioritaskan tenda hijau kapasitas 4 orang
harus berdiri terlebih dahulu.Kasihan para pemula dihadapkan pada keadaan yang
cukup membuat panik ini.Semakin sore semakin gelap. Semakin dingin.
Intruksi terus aku berikan tanpa bosan. Ini
adalah waktu yang tepat untuk Melatih teamwork.Ya, dalam keadaan panik anak-anak diuji tetap tenang. Wajarlah jika
masih banyak kekurangan, tugasku kemudian menyempurnakannya.
Bagaimana menanam pasak, bagaimana mengamankan
tas tenda, mengikat flysheet, merapihkan tenda agar tidur nyaman bahkan
sampai menggelar matras.
Alhamdulillah tenda hijau berdiri. Selanjutnya
tenda orange yang harus kulindungi dengan flysheet tambahan. Tenda
orange bersebelahan dengan tenda hijau. Alhamdulillah pergerakan Pak Bisri dan
Pak Lahmudin cukup cepat karena terbiasa dalam kegiatan outdoor.
Konsentrasiku mendirikan tenda biru untukku sendiri sekarang.
Kuperhatikan lagi kondisi layernya yang
semakin rapuh. Jelas monodome ini tidak safety maksimal untuk menahan
angin. Khawatir kembali menghantui. Pak Bisri membantuku memindahkan terpal
lusuh untuk menghalau angin yang terus
menghajar tenda kami.
Entah berapa bulan umur terpal itu di pos3
ini. Pendaki lain meninggalkannya begitu saja. Alhamdulillah kami bisa
memanfaatkannya. Pasak-pasak itu tak kuat menancap di tanah.Kami menggantinya
dengan batu-batu besar, tetap saja batu itu kalah dengan kekuatan angin. Luar
biasa bar-barnya angin gunung Sindoro.
Terimakasih banyak Pak Bisri dan Pak Lahmudin
yang segera membuatkan sop untuk kami. Makan malam dengan sop cukup membuat
kami bertahan sampai tengah malam. Alhamdulillah.
***
Malam itu aku diombang-ambing angin seperti
ranting kecil yang ringan seringan kapas. Dalam tenda monodome yang kainnya tak
lama lagi bertahan.Pasak-pasak tercabut dari tanah yang hancur tak mungkin lagi
kutanamkan.Ya, baru saja 10 menit yang lalu kutanamkan.
Bagian bawah tenda mulai terangkat seakan-akan
aku berada di dalam balon air di dalamnya. Tanah yang tak datar membuatku
selalu terdesak ke bawah. Berkali-kali sudah kuperbaiki posisi tidurku. Jelas
ini bukan tidur yang nyaman. Angin bar-bar itu mendorongku berkali-kali tanpa
bosannya.Nostalgia Merapi 2011.
Aku mulai merinding kedinginan meski sudah
memakai jaket dan sleeping bag. Hujan sudah mengguyur kami sejak 2jam
lalu dan terus hingga kini. Basah-basahan aku membenarkan pasak yang tercabut
dari tanah dan mengikatnya kembali di pohon yang telah tumbang.
Amazing,
nostalgia Merapi 2011. Kadang tak percaya aku kembali mengalami ini. Seakan tak
habis-habis bertempur melawan ganasnya angin gunung Sindoro. Sampai akhirnya
aku lelah dan pasrah. Kubiarkan angin itu menghempas tubuh yang lemah ini di
dalam tenda sendiri.
Kulihat kemudian flysheet kecil monodome
yang terlepas tepat di atasku. Percikan air dari atas tenda yang flysheetnya
lepas terus mengguyur wajahku. Aku tidur terlentang melihat jelas atap tenda
yang hanya berupa jaring.
Terpal besar itu sudah berkibar-kibar terlepas
dari pancangnya. Aku harus keluar memasang kembali flysheet kecilku berukuran
30 x 30cm untuk menutup jaring atas tenda.
Luar biasa magernya saat itu. Siapapun sangat
berat bergerak meski hanya untuk makan snack meski perut lapar. Yang paling
nyaman adalah berbaring meski basah terkena air hujan.
Air hujan mulai masuk dalam tenda dari arah
kepalaku. Air sudah tergenang di pojok bawah tenda. Aku mulai merasa sakit
perut dan kebelet pipis.Aku tak kuat lagi. Aku harus keluar.Bismillahirrahmanirrahim.
Kucari spot pinggir hutan arah barat pinggir
jurang. Segera kugali tanah dan…. Alhamdulillah lega. Hujan dan angin
masih menerpaku di luar sini sendiri.Brrrrrrrrr. Mantab sekali dinginnya.
Untung babi-babi hutan itu enggan keluar karena badai. Jika saja cuaca bagus
tanpa badai, bisa jadi kami bersiap semalaman sibuk mengusir babi-babi itu.
Yup,keuntungan kita dapat badai saat camp
adalah tenda kita aman dari gangguan babi,hahaha.Kadang sensasi ini yang bisa
kita banggakan untuk nostalgia. Dasar gila,hahaha.
Pukul 01.00 angin terus berusaha menghempas
tenda kami. Kreeeeek Brak. Dahan sebesar paha orang dewasa patah dan tumbang
satu meter di belakang kepalaku. Alhamdulillah ia tumbang tidak mengenai
kepalaku.
(luthfimulyadi,ruangguru,31/03/23,16.41)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar