Rabu, 01 Mei 2013

Mahameru3676mdpl


Aku dan Mahameru

Bismillahirrahmanirrahim. Alhamdulillahilladzi Ahyaanaa ba’da Maa Amaatanaa wa Ilaihin Nusyuur. Subhanallah indahnya pagi ini. Ahad, 17Maret 2013. Aku sedang menikmati liburan Kuliah PPG PBA insyaallah selama 4minggu ke depan di rumah ibuku di bilangan Pancoran Jaksel. Semoga liburan ini cukup produktif bagiku. PPG mendorongku kembali  untuk aktif menulis apapun itu tulisannya. Terlebih tulisan itu adalah tulisan ilmiah yang memiliki referensi yang jelas.  Akan sangat indahnya jika saja dalam sebulan ini aku dapat menghasilkan satu buah artikel dan kemudian dimuat di surat kabar. Semoga. Amin.

Pamflet.
Pamflet yang tertempel di dinding fakultas itupun segera ku ambil. Ada lebih dari tiga pamflet yang ditempel di fakultasku. Fakultas Ushuluddin tahun 2003-2004. Jadi kupikir tidak akan masalah jika kuambil. Terlebih panitia kegiatanpun tak tepat menempelnya. Seharusnya ia ditempel di papan pengumuman. Ini malah di tempel di dinding. Semakin kuat alasanku untuk mencopotnya. Aku bukan siapa-siapa saat itu. Bukan aktifis kampus yang tergabung dalam salah satu organisasi. Hanya pemain Tim inti jurusan  Tafsir Hadits waktu diadakan kompetisi di lapangan kampung utan. Selebihnya waktuku ku dedikasikan buat TPA Al-Bayyinah dan Remaja RT.007/007. Sepakbola,mangajar dan mengaji di musholla. Pikirku aku tidak akan kuat dengan lingkungan kampus yang permisif.Hiiii ngeri…bisa-bisa….hehehe….

“Pendakian Gunung Semeru 29 Juli – 06Agustus 2004 Mapala Arkadia UIN Jkt”, Subhanallah, ingin sekali kuikut kegiatan ini. Tapi aku sedang menulis skripsi. Wisuda akan dilangsungkan bulan September tahun ini. Setelah diskusi panjang lebar dengan Bapak Ibuku, aku terus membujuk mereka dan berjanji akan menuntaskan skripsiku dan wisuda pada Maret 2005.  Alhamdulillah mereka mengizinkanku tuk ikut dalam kegiatan ini. Subhanallah bahagianya aku memiliki orangtua seperti mereka. Buktinya pencapaianku ke puncak Mahameru menjadi kebahagiaan dan kebanggaanku sendiri yang tidak dimiliki semua orang. Tak peduli teman-teman yang sedang mengejar tuk wisuda pada bulan September 2004 tahun ini. Aku akan mendapatkan suatu yang mungkin tidak akan aku capai jika tidak sekarang. Hidup adalah pilihan. Akupun memilih kegiatan ini. Dengan biaya cukup murah Rp300.000,- untuk seminggu.
Gerbong Arkadia biasa teman-teman mahasiswa menyebutnya. Kita berkumpul di sana pukul Jum’at  Juli 2004, pukul 08.00. wib. Setelah pengarahan dari panitia kitapun berangkat menuju stasiun Senen Jakarta pusat. 17jam perjalanan Jakarta-malang dengan menumpang kereta api ekonomi Matarmaja. Ongkos kereta Matarmaja Jakarta-Malang waktu itu Rp.55.000,. Para pendaki, ibu,bapak, tua, muda, pedagang, semua berkumpul untuk satu tujuan Semeru,hehehe…. Bukan kale, tujuannya beda-beda lah.

Satu potongan cerita yang paling aku ingat saat malam hari itu adalah saat kereta berhenti tepat di pinggir tebing berbatu di pinggir pantai dengan siraman sinar bulan purnama. “Subhanallah, indahnya”, entah di daerah mana, sepertinya pinggiran Tegal Jateng atau Semarang.
 Kita pun memandangi laut yang terang diguyur sinar bulan. Dalam hati seakan tidak percaya dan bertanya “ngapain Fi?, lo yakin mau sampe puncak Semeru?, emang lo kuat?”. Ya, pertanyaan-pertanyaan seperti itu yang muncul beberapa kali saat di perjalanan.


Pagi hari menjelang. Aku masih di kereta. Lewati Madiun, lewati Kediri yang selama ini hanya ada dipikiranku dengan banyak cerita sejarah di kedua daerah itu. Di kejauhan tampak gunung Welirang yang seakan berkata “selamat jalan ke puncak Para Dewa, sampaikan peluk hangatku padanya”, percaya tidak percaya aku sedang menuju ke sana. Puncak Para Dewa yang disebut-sebut Dewa 19 dalam lagu mereka.
Jam 11.00 sampailah kita di stasiun Malang. Carter angkot menuju ke Pasar Tumpang. Tempat kita menyambung kembali transportasi kita menuju Ranu Pane, desa terakhir di kawasan Bromo Tengger menuju gunung Semeru.

Pasar Tumpang
Di sini kita dapat melengkapi kembali perbekalan yang mungkin belum kita punya. Pasar tradisional tapi sayangnya sudah berdiri di sana Alfamart sebagai saingannya. Cukup lama kita menunggu di sana. Sekitar 2jam. Sambil menunggu kesiapan mobil jeep yang akan antarkan ke Ranu Pane, kitapun berburu makanan tradisional. Sempat kita makan nasi yang mirip dengan nasi kucing jika kita berkunjung ke Jogja dan seitarnya. Perutku yang lapar nyaman sekali  menerima nasi hangat dengan gorengan tempe yag dimasak dengan kayu bakar. Jelas aromanya berbeda. Entah nasi  apa namanya itu aku lupa. Dari sini sudah terlihat di kejauhan sana puncak Mahameru yang menghembuskan asap dan pasir di ketinggian lebih dari 3676mdpl. Subhanallah cantiknya.

Setelah lebih kurang dua jam menunggu, berangkatlah kita menuju Pos Perizinan Pendakian. Yang aku ingat ada dua pos yang harus kita jambangi. Yang pertama Pos Taman Nasional Bromo Tenger Semeru secara umum. Di sana terdapat poster yang menggambarkan proses terbentuknya Gunung Bromo, Batok dan Semeru. Digambarkan di sana pada awalnya tiga gunung indah itu merupakan satu kesatuan pegunungan yang utuh. Subhanallah, bayangkan  jika ketinggian puncak Semeru (Mahameru) sekarang saja sudah mencapai 3676mdpl, dan merupakan puncak tertinggi di pulau Jawa, maka bisa jadi Mahameru saat itu adalah puncak tertinggi kedua di Nusantara, mengalahkan Rinjani di Lombok dan Kerinci Seblat di Sumatera. Sebelum meletus dan pecah menjadi tiga gunung Bromo, Batok dan Semeru, ketinggian gunung ini mencapai 4000mdpl. Bisa jadi didapati salju di atasnya seperti Jaya Wijaya di Papua. Subhanallah. Indah dan luar biasanya atap pulau Jawa.

Jeep yang kita tumpangi mulai meraung-raung keras. Satu persatu tanjakan ekstrem dilewatinya. Cukup dagdigdug hatiku khawatir jeep tidak kuat menopang beban lebih dari 5 kwintal. Ya,15 pendaki beserta tas-tas carier kami yang berat-berat. Jalan yang tidak rata,  aspal dan beton yang gompal disana-sini ditambah track pasir menambah berat lajunya jeep yang kami tumpangi. Kupikir Jeep mendaki sampai ketinggian lebih dari 700 mdpl. Buktinya di ketinggian ini kami dapat melihat lautan pasir gunung Bromo di sebelah kiri dan gagahnya puncak Mahameru gunung Semeru yang terus menghembuskan Wedus Gembel di sebelah kanan. Subhanallah Rruarr Biasa indahnya. Kalo kurang jelas silahkan putar kembali film 5cm saat menuju Ranu Pani,hehehe…

Setelah mendaki cukup tinggi dan menikmati ekstremnya perjalanan Offroad Jeep, kitapun mulai turun lewati desa-desa menuju Ranu Pani. Ranu Pani adalah desa terakhir sebelum kita memulai pendakian. Di sana terdapat danau luas yang indah sehingga disebutlah Ranu Pani. Disini kita kembali meminta izin untuk melakukan pendakian untuk kedua kalinya. Alhamdulillah kami diperkenankan untuk melakukan pendakian.Tidak jarang ada pula pendaki yang tidak diizinkan melakukan pendakian karena status Semeru meningkat.

Setelah repacking,  salat maghrib dan Isya, menyiapkan air untuk perjalanan, kemudian kami berdoa. Semoga pendakian kami dari awal hingga akhir berjalanan lancar. Semoga semua peserta pendakian diberikan kekuatan untuk mencapai puncak Mahameru kesehatan sempurna dan keselamatan dari marabahaya yang sewaktu-waktu dapat menimpa kami.

Dengan sisa enegi yang ada, aku langkahkan kaki menuju Ranu Kumbolo bersama peserta pendakian yang lain. Angin gunung yang sangat dinginpun segera menerpa wajah-wajah kami.”Brrrrrrrrrrrrr, dinginnya”, ini adalah pendakian keduaku bersama teman-teman Arkadia UIN Jakarta. Baru aja 1 jam perjalanan, aku sudah merasa letih dan mengantuk. Harus kuakui bahwa persiapan fisikku tidak ideal,hehehe. Sambil menahan dingin dan kantuk yang semakin berat menggelayut di kelopak mata, belasan kali itupun kakiku terantuk batu atau akar yang melintang di jalur pendakian. “Masyaallah, ngantuknya, enaknya sih kita istirahat tidur dan menunggu pagi, sehingga energi pulih dan jalur pendakian jelas terlihat.

Tepat jam 00.00, sampailah kita di Ranu Kumbolo 2200mdpl. Lokasi yang sangat indah di wilayah Gunung Semeru. Angin jauh lebih dingin dibanding saat di Ranu Pani segera menyerang menusuk-nusuk daging dan tulang-tulangku. Gerakan cepat harus diperagakan oleh kita semua demi menjaga suhu tubuh kami tetap hangat. Hipotermia adalah penyakit kedinginan mengerikan yang sering dialami para pendaki.”Masyaallah”, dinginnya seakan menampar-nampar wajahku. Tekanan udara disini begitu tinggi. Wajahku serasa diselimuti oleh balon tiup kemasan timah tipis yang biasa dimainkan oleh anak-anak. Cukup lama menunggu teman-teman mendirikan tenda, akupun segera berlindung di sebuah rumah yang sengaja didirikan sebagai shelter para pendaki.”Celaka”, di dalamnya telah berdiri dua buah tenda yang tidak memberikan ruang lagi untuk kita masuk. Alhamdulillah, masih ada celah di pojok Utara rumah yang muat buat 2orang . Segera aku menyelinap masuk dan berlindung dari dinginnya angin.”Maafkan aku tidak bisa membantu kalian mendirikan tenda teman-teman”, dalam hati ku bertanya “ Sebegitu lemahkah fisikku atau memang angin Ranu Kumbolo yang benar-benar gila dinginnya”,

Pagi itu, sekitar jam 01.00, aku masih berada di dalam rumah tidak permanen disamping tenda pendaki lain itu. Masih menahan dinginnya angin dingin Ranu Kumbolo yang membuat seluruh badanku bergidik. Tanpa tenda tanpa sleepingbag. Cerita ini adalah contoh yang tidak baik bagi pendaki yang ingin menjajal dinginnya Ranu Kumbolo Semeru. Terlebih kita berada di bulan Agustus yang dikenal saat dingin-dinginnya dibanding suhu di bulan lain khususnya di musim hujan. Nekad adalah istilah yang tepat buatku, pendaki yang belum menyiapkan perlengkapan pendakian dengan baik. Jika bukan pertolongan dari Allah pastinya aku sudah mati kedinginan di sini. Tanpa tenda, tanpa sleeping bag.
Jam 02.00, aku pun dibangunkan oleh salah seorang peserta lainnya dan diminta pindah ke tendanya. Alhamdulillah masih ada yang memperhatikan keberadaanku di luar sini. Dengan cukup sulit melangkah akupun pindah masuk tenda. Alhamdulillah, terasa lebih nyaman di dalam sini. Semakin bertumpuk semakin hangat,hehehe. Kalau di dalam sini, tanpa sleepingbagpun terasa lebih nyaman, karena suhu tubuh teman-teman berkumpul dan saling menguatkan.

“Diatas jam 2 suhu disini akan lebih dingin lagi”, seru teman di sampingku,”gila, segini aja sudah bikin kita kejang-kejang kedinginan”,sambutku,”kita siapkan mental dan yakini kita bisa melewatinya nanti, kita harus lawan rasa dingin itu, jangan dirasakan”tambahnya. Dan benar saja setelah jam 2 suhu di sini makin menggila. Jarang sekali peserta yang dapat tidur nyenyak. Beberapa teman memilih keluar melawan dinginnya pagi bbuta di Ranu Kumbolo dengan jogging untuk menambah panas suhu tubuh. Pagi buta itu di hiasi oleh kabut tipis yang hanya menutupi sebatas dengkul kita. Lagi lagi aku lupa apa nama kabut tersebut.
Subhanallah indahnya. Pagi itupun kupaksakan keluar bersama teman-teman untuk membuat api unggun dan berjoging ria melawan suhu ekstrem Ranu Kumbolo. Bintang-bintang serasa sangat dekat menyapaku, seringkali komet terlihat jelas hilir mudik di atas sana layaknya Meteor Garden,hehehe. Subhanallah. Pancaran sinar bulan tak kalah indahnya mengguyur tenda-tenda kami dan Ranu Kumbolo yang semakin cantik memantulkan cahayanya. Dalam hati berbisik “Where are We?, dimana sesungguhnya kita?, serasa di dunia lain dan bukan di bumi”, itulah mengapa kegiatan pendakian gunung sangat digandrungi banyak orang. Apalagi kalau bukan  untuk mendapatkan atau merasakan  sensasi yang luar biasa yang  sangat berbeda dibanding perjalanan-perjalanan  lainnya.
Akhirnya kamipun menyerah melawan dinginnya Ranu Kumbolo dengan membuat api unggun dan jogging. Kibarkan bendera putih dan segera kembali ke tenda menunggu matahari terbit.”Bismikallahumma Ahya Wabismika Amuut”,zzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzz
“Fi,fi,bangun fi,salat subuh, jam 6 neh, sunrisenya hampir keluar”,seorang kawan membangunkanku untuk salat subuh. Berat sekali badan ini untuk bangkit dan menyentuh air Ranu Kumbolo yang pastinya suangat duingin.”Alhamdulillahilladzi hyanaa Ba’da Maa Amaatanaa Wailaihinnusyuur”,akupun bangkit dan keluar dari tenda segera menuju Ranu Kumbolo. “Subhanallah”,sudah cukup terang disini. Matahari muncul persis di antara dua bukit di arah timur Ranu Kumbolo, persis lukisan yang sering kita buat saat SD. Sunrise, danau Ranu Kumbolo dengan hamparan kabut tipis yang datang dan pergi, Subhanallah.
"فبأي ألاءربكما تكذبان


Selesai salat kamipun berkeliling menikmati indahnya Ranu Kumbolo. Seluruh area yang tadi malam tak terlihat sekarang dapat kami lihat dan nikmati dengan sejelas-jelasnya. Subhanallah indahnya. Pantas saja banyak orang yang senang berlama-lama di sini tanpa harus mencapai Mahameru. Mungkin ini bagian dari cobaannya. Jika terlena dengan keindahan Ranu Kumbolo, bisa jadi malaslah kita pada tujuan utamanya, yaitu silaturrahim ke Mahameru.
Dua hari dua malam kami habiskan di sini. Panitia benar-benar ingin melepas kangen beratnya pada danau indah ini. Bisa jadi tujuannya adalah adaptasi dan persiapan energi yang cukup untuk menghadapi tantangan yang sangat berat menuju Mahameru.

Dan harinya pun tiba. Setelah packing, foto-foto di Ranu Kumbolo kitapun berdoa. “Bismillahirramanirrahim, BIssa!”,Tanjakan Cinta adalah nama trek yang membelah dua bukit menuju Oro-oro ombo. Terlihat  tidak begitu tinggi tapi setelah dijalani ternyata sangat menguras tenaga. Mitosnya jika berhasil terus melangkah tanpa melihat kebawah jodoh orang yang menjalaninya akan cepat datang.

Oro-oro Ombho adalah area tumbuhnya banyak alang-alang setinggi orang dewasa yang sangat indah pastinya. Banyak yang menyebutnya bukit Teletubies.

 Setelah itu kita dihadapkan pada hutan cemara yang mempunyai banyak kesamaan di tiap jalurnya. Tak heran banyak pendaki tersesat di sini, jika tidak salah daerah ini disebut Cemoro Kandang.
Melewati Cemoro Kandang sampailah kita di suatu tempat terbuka. Di sana kita dapat memandang langsung kea rah gunung Semeru yang tadinya tertutup oleh bukit-bukit sekitarnya. Jam 4 sore sampailah kita di Kali Mati. Disebut Kali Mati bisa jadi karena ia adalah area aliran air hujan yang mengalir dari puncak Mahameru. Satu lagi yang perlu disebut adalah Sumber Mani. 500 meter turun kea rah barat daya Kali Mati kita akan menjumpainya. Disini kita dapat mengisi air secukupnya untuk camp di Arcopodo. Subhanallah, entah dari mana air itu bersumber. Baiknya kita lebih dari tiga orang untuk turun mengambil air di sini karena tidak jarang macan pohon gunung Semeru dan hewan liar yang lain juga memanfaatkan sumber air ini menjelang malam.

Sore menjelang malam itu terasa mencekam, karena akupun ikut turun mengambil air di Sumber Mani. Alhamdulillah kami bertujuh tidak menjumpai hal yang tidak diharapkan. Jelang malam suhu di sini bertambah dingin. Tekanan udara bertambah tinggi. Setiap semilir angin yang bertiup adalah batang-batang ranting yang seakan menggores wajah-wajahkami. Cukup perih jika wajah kita tidak tertutup oleh slayer ataupun kain yang lainnya. Termasuk menggunakan kacamata sangatlah dianjurkan. Antisipasi pasir Semeru yang kapan saja dapat masuk ke mata kita.

Betapa sekali lagi kita harus memperhatikan nutrisi yang terkandung dalam makanan yang kita makan. Saat itu kita harus melawan ego kita yang enggan makan padahal tubuh kita sangat membutuhkannya. Saat itu pula aku yang awam tentang nutrisi itu cukup membawa pilus sebagai lauk.”Astaghfirullahal’azhiim,ampuni aku yang telah zhalim terhadap tubuhku ya Allah”


Setelah salat Maghrib dan makan malam dengan pilus kitapun repacking dan berdoa. Semoga diberi kelancaran, keselamatan dan kekuatan agar dapat sampai di puncak Mahameru. Amin. Kitapun mulai bergerak meninggalkan Kali Mati menuju Tenggara dan kemudia berbelok ke Selatan menuju punggungan Semeru. Di sini semuanya bermula. Bukan lagi jalur datar atau menurun. Semuanya full menanjak dan debu dari pasir Semeru. Jalur kecil di punggungan menuju Arcopodo. Semuanya mulai terlihat, semakin menanjak tinggi dan makin tinggi. Angin yang bertiup menghantam tubuh-tubuh kamipun semakin keras. Subhanallah. Bulan masih menemani kami sejauh ini. Dikejauhan terlihat lampu-lampu rumah berkelap-kelip. Pananjakan, Gunung Bromo, Batok, bahkan Welirang.

Pukul 11.00, tibalah kami di Arcopodo. Satu hal yang ingin kukomentari tentang film 5cm, saat scene di  Arcopodo sangat tidak sesuai dengan yang pernah aku rasakan. Kenapa di scene  Arcopodo digambarkan sebagai tempat yang damai sekali tanpa hembusan angin sedikitpun. Padahal karena ketinggiannya Arcopodo adalah tempat yang sangat luarbiasa dengan hantaman-hantaman angin yang keras pula. Tapi mari kita positif thingking bisa jadi pada waktu shooting memang mereka meminta bantuan Avatar The Air Bender untuk mengendalikannya,hehehe.

Di sini kita kembali mendirikan tenda makan dan istirahat. Paling lambat jam 01.00 kita harus kembali bangun dan melanjutkan pendakian menuju Mahameru. Sebisa mungkin kupejamkan mata ini berharap tambahan energy dari istirahat singkatku. Hanya jaket dan kain sarung ini perisaiku menghadang angin Arcopodo. Alhamdulillah jaket pinjaman Opik sobatku ini cukup handal menghadang angin yang terus menerus menghantam.”Bismikallahumma Ahya Wabismika Amuut, MUdahkan Ya Allah, Mudahkan, sejauh ini hamba melangkah, adalah kerugian besar jika tidak sampai ke Mahameru Ciptaan-MU, MUdahkan Ya Allah Mudahkan, kuyakin ini akan menjadi cerita syukurku pada-MU,Amin!”
Pukul 01.00 kami pun bedoa dan siap melanjutkan perjuangan. “MUdahkan Ya Allah”. Di atas Arcopodo ini, di sepanjang jalur pendakian menuju gunungan pasir Semeru tertanam lebih dari belasan Arca atau batu Nisan sebagai rasa cinta kuatnya persaudaraan antar pendaki yang ditinggal pergi temannya yang sama-sama pendaki untuk selamanya. Subhanallah suasana di sini semakin kental dengan nuansa mistis. Kental, kental sekali. Di sini juga terdapat ritual para pendaki yang memberi perlengkapan pendakian seperti sandal dll yang dilemparkan ke suatu jurang di daerah Kelik namanya. Nama itu diambil dari nama pendaki yang pernah mati di sana.
Dibanding punggungan di gunung-gunung lainnya menuju puncak, punggungan ini sangatlah sempit dan rapuh karena dominasi akar pohon dan pasir. Terlebih banyaknya nisan membuat pendaki sulit melangkah. Sekali lagi tentang film 5cm, sangat disayangkan sekali tidak mengambil latar tersebut.
Di batas vegetasi ini sebagian orang yang mempunyai keahlian batin, dapat melihat pintu yang sangat besar menuju puncak Mahameru Puncak Para Dewa.  Dari sini mulailah kita bergelut bercumbu dengan pasir Semeru. Mencapai puncak Mahameru dari sini membutuhkan waktu lebih dari 4jam. Betapa tidak tiap jengkal pasir yang kita injak akan membawa kembali kita turun lebih jauh dari capaian jengkal kita. Tiga kali menapak, dua kali kita akan turun, bahkan lebih. Di sinilah kekuatan dan kesabaran kita benar-benar diuji. Pastikan buang jauh-jauh kesombongan-kesombngan kita, serahkan semua kepada Allah swt Yang Maha Besar dan Perkasa.
Pasir-pasir dan batu-batu yang berjatuhan dari ataspun harus juga menjadi perhatian kita. Pasir-pasir dapat membutakan mata-mata kita, dan batu-batu gunung yang menimpa dapat memecahkan kepala-kepala atau setidaknya melukai bagian tubuh kita. Koordinasi antar pendaki sangat diperlukan. Peraturannya adalah jika ada yang pendaki yang menginjak batu dan batu itu meluncur kebawah, ia harus segera berteriak “Awas batu!”, sehingga mengurangi resiko temannya yang berada di bawahnya tertimpa batu tersebut. Di sini kita harus juga pintar memilih pijakan, batu vulkanik yang menyerupai batu gamping yang terlihat kokoh dan kuat berwarna putih tidak jarang sangat rapuh dan membuat kita lepas dari pijakan kita.

Adzan subuh tidak dapat terdengar dari sini. Tetapi jam telah menunjukkan pukul 05.00, lebih dari 4jam kita telah berjuang. Hampir habis energiku, belum juga juga lampaui setengah dari gunungan pasir ini. Masyaallah, akhirnya aku pun tayammum, salat subuh dan kembali meminta kekuatan kepada-Nya. “Kuatkan Ya Allah, Kuatkan!,” tak terasa akupun tertidur di tengah hantaman angin kencang dan dinginnya Semeru.  

Cantiknya bulan purnama yang dihiasi wedus Gembel Semeru tak terlihat lagi oleh mataku. Some One Hug Me. Akhirnya aku bangkit kembali. Ya sepertinya aku harus mengucap banyak terimakasih atas motivasi dan kehangatannya aku dapat kembali bangkit. Jurus terakhir adalah meneguk Krating Daeng. Dan kantukpun sedikit-demi sedikit hilang. Aku kembali berjuang sampai puncak Mahameru. Alhamdulillah,jam 07.00, aku dapat menginjakkan kaki di atap pulau Jawa 3676mdpl. Suatu kebahagiaan dapat menyaksikan langsung peristiwa alam yang laur biasa. Dari sini kita dapat dengan jelas menyaksikan Wedus Gembel yang dihembuskan oleh kawah Semeru yang melambung lebih dari 100 meter tingginya. Dan peristiwa itu selalu terulang setiap 15 menit sekali.

Tidak lebih dari setengah jam setelah selebrasi sujud syukur dan foto-foto kamipun turun. Keberadaan kami di atas sii tidak boleh lebih di atas jam 9, karena angin akan berubah arah ke Utara dan membawa Wedus Gembel Semeru menuju jalur naik dan turunnya pendaki termasuk Arcopodo dan KaliMati. Tidak sedikit pendaki yang mati karena terkena Wedus Gembel Semeru seperti halnya Soe Hok Gie.



Berkejaran dengan waktu kitapun segera menuju Arcopodo dan seterusnya ke Ranu Kumbolo. Lagi-lagi suatu keajaiban yang terjadi di sini. Di Arcopodo. Beberapa teman yang sudah tidak sanggup meneruskan perjalanan turun tertahan di Arcopodo. Tenda belum sempat di lipat dan mereka tertidur disana, termasuk aku. Teman-teman yang lain sudah berada di KaliMati menuju Ranu Kumbolo. Di atas jam yang telah ditentukan sebagai jam berbahaya kami masih berada di Arcopodo dalam keadaan sehat. Alhamdulillah. Sangat berat untukku berkejaran dengan waktu menuruni puncak Mahameru lalu Arcopodo dengan kondisi kaki yang lecet. Celakanya lagi aku tidak membawa sandal. Jadilah tanpa alas kaki menginjak kerikil-kerikil tajam Semeru dengan beban di pundak. Masyaallah.

Panitia memutuskan menginap semalam lagi di Ranu Kumbolo. Artinya tiga malam sudah kita menginap di Ranu Kumbolo. Di sini kupuaskan hobiku memancing. Alhamdulillah 5 ekor anak ikan emas kecil terkena kailku,hehehe. Salah seorang teman yang beruntung berhasil mendapat induknya. Jadilah malam itu makan dengan menu ikan bakar. Subhanallah, Alhamdulillah.
Selamat tinggal Ranu Kumbolo selamat tinggal Semeru. Kitapun kembali menyusuri bukit-bukit menuju Ranu Pani. Kembali Offroad sampai pasar Tumpang kemudian menuju UMM. Menginap dan silaturrahmi dengan Mapala di sana. Keesokan harinya barulah kita kembali ke Jakarta.

Dengan kesan-kesan yang sangat luarbiasa di Semeru, syukurku penulisan skripsi rampung tak lama setelah pendakian Agustus 2004. Maret 2005 akupun resmi menyandang S.Th.I. Terimakasih buat semuanya, terimakasih buat Arkadia, tanpa kawan-kawan mungkin aku belum bisa sampai kea tap pulau Jawa Mahameu 3676mdpl. Alhamdulillahirabbil ‘Alamin.
(luthfi mulyadi, 02 April 2013)

Tidak ada komentar: