Sabtu, 24 November 2012

maling gagal


Maling Gagal

            Kriiing, kriing,kring,kriing.”Hoam, hah, jam 00.10”,  mungkin lebih dari lima kali alarm handphoneku berbunyi. Alarm ini aku pasang untuk mengingatkan  bahwa pagi hari ini pacarku Rahma  berulang tahun ke 16. Ya, aku memang punya selera yang muantap kan?, cewek16 tahun cing, artinya keahlianku sebagai playboy tidak kalah dengan Om-Om yang hanya bisa mengandalkan dompet mereka. Aku bisa menakhlukkan banyak hati perempuan karena keahlianku merayu mereka dengan pujian setinggi langit. Kalau  sudah berada di atas awan, aku bisa minta apa saja dari mereka, enak kan?. Tidak salah kalau orang tuaku menamakan aku Boy Asmara, entah tujuannya apa menamakanku dengan nama itu, sepertinya bukan untuk menjadi playboy handal, hahaha.
            Puluhan sms masuk darinya belum kubaca karena aku memang  baru bangun. Duh, pasti dia sedang marah sekali padaku karena terlambat mengucapkan selamat ulang tahun. “Sayang aku capek banget hari ini, suer deh, sejak jam 18.00 setelah salat Maghrib aku tertidur pulas sampai akhirnya terbangun jam 00.20 menit”, mungkin itu yang akan kukakatakan pertama kali kepadanya dalam sms atau langsung menelponnya.
            “Sial!”, sisa pulsaku tinggal Rp86, sebelumnya aku yakin aku masih dapat menghubunginya dengan sisa pulsa sedikit ini. Jadi iklan di tv, radio dan koran terbukti bohong semua. “Bangsat, bohoooong” keluhku lagi dalam hati.
            Satu lagi sms masuk dan kubaca “pelanggan dengan no 086566667777 meminta anda menghubungi dan mantransfer pulsa secepatnya, gak pake lama, hahaha!(Indotas)”, Loh, sms yang aneh, masa ada kata-kata secepatnya, gak pake lama dan kemudian mentertawaiku seakan tahu kesialanku pagi ini..”Iya sayang, seandainya kau tahu kalau aku memang belum dapat menghubungimu, tapi kenyataannya memang aku belum bisa menghubungimu sekarang”.
            “Kreek, Gabruk” kubuka dan kututup kembali pintu rumahku yang semakin keropos dimakan rayap. Walau sudah kucoba menutupnya sebaik mungkin dan sehatihati mungkin tetap saja pintu itu berdecit keras, bahkan terkadang engselnya terlepas jika ditutup terlalu keras.
            “Ok, I’m out side now”, sekarang aku siap bergerilya mencari pulsa demi kamu sayang. Jam di handphoneku menunjukkan sekarang pukul 02.00. Sepertinya prosesku mulai bangun sampai keluar keluar dari rumah memakan waktu cukup lama.”Duh, sabar ya sayang”.
            Keluar dari gang, aku mulai dengan menelusuri jalan utama makam Pahlawan KaliBata yang ramai dengan pedagang duren dengan lampu petromaknya, seperti perahu-perahu nelayan yang mencari ikan tidak jauh dari tepi pantai. Bulan tanggal 23 Sya’ban menemaniku berjalan membelah dinginnya malam. Sesekali ia membuka kerudung awannya dan menampakkan mulutdan hidungnya tanpa sesekali menampakkan matanya yang tidak lagi terkena sinar matahari. Ia seakan ingin mengatakan “aku tahu apa yang kau lakukan pagi ini walau aku tidak melihatmu Boy”.
            “Duh, seharusnya aku ikut para aktifis Majlis Rasulullah SAW atau Nurul Mushtofa bergadang mengisi malam dengan tahajjud atau berzkir bersama memuji Tuhan Semesta Alam. Seharusnya aku menyambut kedatangan tamu agung ‘Ramadhan” bersama mereka.
            Entah, aku merasa mempunyai kepribadian ganda yang mungkin tidak dapat dimengerti banyak orang. Satu hari aku bisa merasa menjadi orang yang cukup baik dengan berbagai ritual dan  aku menikmatinya, lain hari aku bisa merasa menjadi orang yang cukup bejat dan nekat dengan perilaku tidak setia pada pasangan. Rekan-rekan kerja mengenalku sebagai Office Boy yang cukup religius, tapi dibelakang mereka, dua Office Girl telah aku pacari juga. Aku heran sampai sekarang dua Office Girl itu enjoy-enjoy saja dan masih menganggapku sebagai Office Boy yang baik. “Ya Allah betapa Maha Penyayangnya Engkau sampai sekarang belum satupun umpatan atau makian yang ditujukan khusus kepadaku  karena perilaku yang aku lakoni, Engkau Maha Tahu bahwa aku tidak akan sanggup menghadapinya jika itu  benar-benar terjadi”.
            Mengenai kepribadianku yang lain, beberapa orang mungkin dapat menebak apa yang akan terjadi dengannya yang belum bicara pagi ini. Ya, kali ini, ia siap bicara setelah datang gilirannya. “Pagi ini adalah waktu yang cukup kondusif untuk menyusup masuk ke rumah pacarku dan kemudian bercumbu di belakang Ayah, Ibu serta kakaknya, hahaha”. Motivasi yang sangat kuat ini menambah laju langkah kakiku untuk cepat sampai ke tujuan dengan pulsa di tangan sebagai pasword tanpa suara, pembuka pintu rumahnya. Di sudut lain hatiku, kupersiapkan juga mental siap menerima kekalahan jika ini tidak berjalan  seperti yang kurencanakan.
            Pukul 02.30 aku sudah sampai PLN Duren Tiga. Tidak ada satupun pedagang pulsa dengan etalase kecil yang biasanya kutemui di malam hari masih terjaga di pagi hari ini, padahal aku yakin mereka akan berjaga pagi ini di sepanjang jalan ini hanya untukku. “Sepertinya malam ini memang bukan untukmu Boy”, suara itu mengingatkanku bahwa rencanaku adalah rencana yang gila.
            ”TIDAAAK, RENCANA INI ADALAH RENCANA YANG LOGIS DAN SANGAT MUNGKIN DILAKUKAN, APA SUSAHNYA MENGENDAP – ENDAP  MASUK KE RUMAH YANG SUDAH TERBUKA, SECEPATNYA KAU CUMBU DIA,  PUASKAN HASRATMU KEMUDIAN TUTUP DENGAN SEDIKIT BASA – BASI UCAPAN TERIMA KASIH, AKU BAHAGIA SEKALI PAGI INI, SEBELUM KAU TINGGALKAN DIA,HAHAHA,APA SUSAHNYA, HAH?, MANA NYALIMU BOY?, APA KAU LUPA UNGKAPAN “NO FEAR” YANG ADA DI TIAP KAOS PESERTA FEAR FACTOR DAN GRUP BAND YANG KAU CINTAI?”
            Suara itu lebih keras terdengar dengan penjelasan yang sangat masuk akal. Suara ini lebih memantapkan dan meyakinkan bahwa aku bisa melakukannya. Tidak seperti suara pertama yang hanya bisa mengatakan bahwa ini adalah rencana gila, tanpa penjelasan logis seperti para khotib sampaikan di mimbar masjid tiap hari  Jum’at  yang lebih lemah terdengar dan membuatku mengantuk, ragu  lalu meninggalkannya.
            “Pliz deh Pak Ustadz, jama’ah mu bukan  orang tua saja, yang betah kau ajak bicara tentang salat, zakat, puasa serta pergi haji. Anak-anak, remaja serta mahasisiwa adalah juga jama’ahmu yang ingin mendengarkan penjelasan bagaimana Islam mensikapi pacaran, kondom, rokok, ngeceng di mall, drugs,  motivasi belajar,  bekerja keras dan hal lain yang dapat membuat mereka survive di Jakarta yang buas ini”, tiba-tiba saja otakku mengaitkannya dengan khotib jum’at yang sering kali kujumpai di banyak masjid.
            “Guk,guk,guk”, “Astagfirullhal’azhim”, Alhamdulillah pribadi baikkku cukup terbiasa dengan kalimat thoyyibah, mudah-mudahan menjadi tambahan bekalku di akhirat nanti. Dalam keadaan gelap aku memang tidak memperhatikan anjing hitam setinggi anak berumur 9 tahun telah berdiri tegak sambil menjulurkan  lidahnya berada tepat di samping jalan di depan rumah besar berwarna cokelat. Anjing itu menyeringai dan menyalak kepadaku seakan aku maling yang siap diterkam dan dicabik-cabik oleh taringnya yang tajam. Hatiku berdebar keras setelah melihat anjing hitam besar yang masih memburuku dengan mata liarnya. Mudah-mudahan rantai besi itu cukup kuat untuk menahannya sampai aku dapat pergi jauh dari sini.
            “Fyuh, sudah cukup jauh rupanya dari anjing itu”, tapi kok suaranya mendekatnya ya?, Celaka, anjing itu berhasil lepas dari rantainya dan mengejarku sekarang.”WAAA, TOLOOOONG!”, pagi sunyi ini mendadak menjadi gaduh karena suaraku yang ketakutan dikejar anjing. Para satpam rumah-rumah besar pun bersiap dengan pentungan mereka, entah ingin menolong atau malah memukulku karena disangka maling yang mencoba kabur. “AMPUUUN!”, akhirnya beberapa satpam bertubuh tegap itupun dapat mengamankan aku dan anjing yang mengejarku itu setelah berkejar-kejaran sejauh dua ratus meter.
            “Astaghfirullahal’azhim, Al-hamdulillah”, kata-kata itu mambantuku lagi dalam menghadapi mereka. Mungkin karena mendengar aku membaca kalimat thoyyibah, mereka tidak serta merta memukulku dengan pentungan mereka. Sambil terengah-engah menahan nafas yang memburu, akupun kemudian diinterogasi oleh ketiga satpam itu.
“Woi tong, lo maling ya?”, “Bego lo, mana ada maling ngaku, jadi nggak usah ditanya dia  maling atau bukan, dah jelas-jelas jam segini dia kabur kenceng banget, apa lagi kalo bukan maling?”.
            Kini giliran satpam yang terlihat paling senior bertanya kepadaku, “ Dah, udah biar gue aja yang tanganin.Tong, jawab yang jujur, lo ngapain jam segini masih keluyuran aja?”, “Saya lagi cari pulsa buat hubungin pacar saya yang ulang tahun pak, di tengah jalan saya dikejar anjing”. Aku usahakan  lebih tenang menjelaskan apa yang terjadi sesungguhnya dengan bahasa yang sopan agar mereka percaya”. Penampilanku memang cukup meyakinkan bahwa aku bukanlah orang jahat, ditambah wajahku yang baby face membuat mereka iba dan akhirnya melepaskanku tanpa syarat apapun. Buktinya aku masih dipanggil tong, artinya aku masih dianggap remaja oleh mereka. Untung mereka tidak sempat memeriksa KTPku, disana tertulis jelas umurku 26 tahun. Bangkotan kalau orang betawi bilang, hehe.
            “Kriiiiing,kriiiing”,”Iya sayang, aku lagi berjuang untuk hubungi kamu nih”, aku pun masih bebicara sendiri seperti orang gila yang haus pulsa. “pelanggan dengan no 086566667777 meminta anda menghubungi dan mantransfer pulsa sekarang juga”. Sms itu membuatku tersiksa dan memaksaku terus mempercepat langkahku untuk sampai ke pasar buncit yang aku yakini telah ramai pagi ini.
            Benar, pasar buncit memang ramai , tetapi ramai dengan pedagang sayur dan buah di sisi-sisi jalannya. Aku mulai berspekulasi bertanya tiap kaki lima yang berdagang di pinggir jalan. Pengalaman pahit menjadi sales membuatku percaya dan yakin dari 10 pedagang kaki lima pasti ada satu pedagang yang menjual voucer pulsa. Sampai kini, pengalaman itu tidak terbukti dan kian membuatku benci kepada sales dan MLM dengan muka tebal mereka. Buktinya tidak satupun pedagang kaki lima yang menjual voucer pulsa di pasar ini.
            “AAAAH”, aku berteriak kecewa setelah spekulasiku datang ke warteg dengan cat tembok biru hijau gambar produk salah satu sellular yang mengiklankan produknya dengan artis cantik Luna Maya pun ternyata hanya menjual semur telur, tahu dan jengkol. Jam 03.20, sudah semakin pagi rupanya, aku belum dapat pulsa untuk menghubungi Rahma. “Maafkan aku sayang!”
            “Woi, anjing!, cari ribut lo ama ague?, lo nggak kenal siape gue?”, seorang laki-laki dengan pakaian lusuh  berjalan sempoyongan dengan membawa botol minuman menghampiriku. Badan dan mulutnya berbau alkohol, tangannya kemudian tanpa basa-basi lagi  mengayunkan  botol minuman kearah kepalaku. Untung dia mabuk berat, sehingga gerakannya menjadi lambat dan tidak dapat fokus untuk mengenai sasarannya.
Tampaknya ia tersinggung dengan teriakan kecewaku tadi.
            Jantungku kembali berdegup keras. Aku mencoba untuk tenang dan berpikir. Aku yakin dia tidak dapat mengejarku jika aku melarikan diri. Kalaupun dapat, pasti ia akan jatuh tersungkur tidak jauh dari tempatnya mulai berlari. Tidak ada pilihan aku harus berlari sedikitnya 20 meter untuk menjauh darinya, setelah itu baru aku akan kembali melangkah normal.
            Jam 03.30. Tidak ada lagi harapan untuk mendapat pulsa, karena tidak ada lagi pedagang sekarang. Di ujung pasar ini kembali mencekam dengan adanya bekas rumah bongkaran di sebelah kiri jalan yang rimbun ditumbuhi  oleh alang-alang dan rumput liar. Disinilah tempat dan waktu yang tepat untuk mengubah rencana menjadi “Mission Imposible”.
            Rumah Rahma tidak jauh lagi dari sini, kira-kira 100 meter lagi dengan dua belokan kanan dan kiri setelah menyeberangi kali. “Ok, semuanya sudah terlanjur, terlanjur dikejar anjing,terlanjur diinterogasi, terlanjur spekulasi, terlanjur ribut dengan preman pasar, sekarang harus dituntasi dengan Mission Imposible menyusup masuk rumah Rahma tanpa Password. Hasrat dan kecewa ini telah membuncah dan melahirkan kenakatan yang besar yang sulit untuk di bendung oleh  akal sehat. Tinggal menunggu lucky or unlucky pagi ini.
            Tanpa diminta otakku telah terstimulus untuk berfikir keras bagaimana menuntaskan rencana ini. Pastikan keadaan aman di mulut gang, tanpa ada hansip atau anak muda yang  nongkrong di sana. Tidak tergesa-gesa waktu berjalan, juga tidak terlalu lambat.Jika ada hansip atau anak muda di mulut gang batalkan rencana. That’s all I have.
            “Fyuh!”, jam 03.40, hatiku berdetak keras sekali. Aku merasa  seperti perampok di film action  Hollywood tanpa peralatan canggih apapun. Aku berusaha mengingat dan meniru film action itu sebisanya agar orang-orang tidak curiga padaku. Ternyata film-film itu sangat bermanfaat bagi orang yang ingin berkarir menjadi penjahat yang gila sepertiku.
            Tidak ada hansip, tidak ada anak-anak muda yang nongkrong di mulut gang. Artinya kecemasanku sudah terjawab. Tinggal sekarang meneruskan perjalanan menyusuri gang yang cukup sempit dan gelap. Kecemasan satu hilang , timbul kecemasan baru  yang membuatku mondar mandir bodoh di tengah gang. Otakku kembali berpikir keras berusaha melengkapi rencana yang belum aku persiapkan tadi.
            “Ampun”, rencanaku tadi baru sampai pada keadaan aman atau tidak aman di mulut gang. Setelah masuk ke dalam gang aku belum tahu harus apa lagi. Gerakan mondar-mandirku di tengah-tengah gang dipastikan dapat mengantarkan aku ke sel Polsek Jakarta Selatan  karena sangat mencurigakan. Kalau aku tertangkap oleh warga saat ini, aku belum menyiapkan  jawaban yang bagus untuk mengelak dari tuduhan kriminal.
            Aku paksakan untuk terus melangkah melanjutkan perjalanan menuju rumah Rahma dengan langkah yang sangat berat. Tidak lebih dari dua puluh langkah rumahnya akan segera terlihat jelas.  “Ya Allah aku tidak mau tertangkap pagi ini. Aku tidak mau mencoreng muka orang tuaku karena kelakuanku ini”. Gila nggak tuh, dalam kondisi seperti ini aku masih berdoa, meminta kepada Allah untuk mengamankan My Mission Imposible.
            Masih ada kenekatan dalam otakku walau hatiku sudah beberapa kali memintaku untuk segera meninggalkan lokasi berbahaya ini. Tepat di depan rumah Rahma yang tertutup gorden aku berdiri mematung tanpa suara dan gerakan sedikitpun. Jarak antara aku rumahnya kini tinggal tiga jengkal lagi. Otakku langsung mengintruksikan aku mengintip ke dalam rumahnya dengan hanya modal nekat, lagi-lagi nekat. Kali ini tidak ada penjelasan logis dari otakku. Ia hanya ,mengingatkanku jika kau berdiri mematung terlalu lama tanpa aksi, kau juga akan dapat menjadi tertuduh perbuatan kriminal.  Suara yang terdengar sangat lantang tidak lagi kudengar sekarang. Semua sunyi senyap berdiam diri menyerahkan semuanya kepadaku, seakan tidak  ingin bertanggung jawab telah membawaku sejauh ini.
            “God, i really hate this”. Akupun mengikuti intruksi untuk segera mengintip ke dalam rumahnya. Mungkin jika Rahma tidur di ruang depan aku masih bisa berbisik untuk dibukakan pintu. “Sial”, aku lihat  ayahnya tidur di ruang depan. “Cukup sampai disini, Mission Is Fail”.Aku putuskan untuk segera angkat kaki dari tempat menyeramkan ini.      
            Belum dua langkah aku berjalan mengendap-endap mundur dari lokasi, terdengar suara ayam yang merasa terancam dengan gerakanku berbarengan dengan datangnya musang musuh abadinya.”Keok, keok”, suara ayam itu rupanya membuat salah satu tetangga Rahma  sedikit tersadar. Ia sempat melongok ke luar rumah untuk memastikan aman. Aku pun segera tiarap untuk menghindari pandangan tetangganya Rahma yang baru saja kuingat bahwa ia adalah seorang tentara yang sangat mungkin mempunyai insting yang tajam jika ada orang yang ingin berbuat kriminal. “Ampun”, Jantungku berdegup sangat kencang. Terlintas banyak kenangan indah dengan keluarga baikku. Percaya tidak percaya pagi ini, aku akan segera mencoreng nama baik mereka Aku sudah pasrah jika tentara itu menangkapku atau malah  menembakku dengan pistolnya dalam keadaan tiarap seperti ini.
            Tiga menit aku tiarap, rupanya tentara itu tidak melihatku.”Alhamdulillah”,  Setelah memastikan aman, aku bergegas meninggalkan rumah Rahma dengan berat hati. “Sayang, aku pulang ya!”, bisikku lirih.
            Tertatih aku berjalan karena  letih dikondisikan selalu pada keadaan mencekam baik fisik maupun psikis yang aku buat sendiri. Rumah Rahma sudah tidak terlihat lagi. Suasana mencekam perlahan meninggalkan aku. Perlahan pula perasaan damai menggantikannya, menghampiriku saat berada di pinggir jalan utama menuju Hero Kemang. Sayup-sayup salawat terdengar tidak jauh dari jalan utama ini. Aku tidak tahu kemana lagi kaki ini akan membawaku. Seperti dalam mimpi, aku berjalan di pagi menjelang subuh ini dalam  keadaan yang letih dan mengantuk. Beberapa kali kakiku tersandung batu dan aku tidak menghiraukannya.”Fyuh, Ya Allah aku letih, aku ngantuk”, keluhku pada-Nya. Akupun duduk dipinggir jalan itu sambil menikmati lalu-lalang mobil-mobil mewah yang melintas dengan wanita-wanita cantik dan musik yang cukup keras terdengar dari dalamnya, seakan tidak mau kalah dengan suara salawat dari masjid. Aku pikir mereka tidak jauh berbeda denganku, yang membedakannya adalah mereka mempunyai fasilitas untuk bersenang-senang sedangkan aku tidak. Mereka berani  mambuka identitas mereka di depan publik sedangkan aku tidak. Aku hanya maling gagal yang pengecut, yang masih berkeyakinan  aku adalah makhluk-Nya yang  lebih baik dari mereka di mata Tuhan. Semoga.
            Jam 04.15. Sekarang  mataku tertuju pada minimarket yang ternyata buka 24 jam. “Ampun”, dengan tenaga yang masih tersisa, aku melangkah menuju minimarket tersebut dengan keyakinan ada pulsa di sana.”Sayang, tunggu ya!”. “Alhamdulillah”, minimarket itu menjualnya.
“…Kau hancurkan aku dengan sikapmu, tak sadarkah kau telah menyakitiku…”, Aku baru tahu ternyata Rahma telah mengganti nada sambung handphonenya dengan lagu ini. “Assalamu’alaikum, selamat ulang tahun ya sayang, aku ka…”, ” Terlambat, kita putus!”.belum lagi aku lanjutkan pembicaraanku, tiba-tiba Rahma memutuskan pembicaraan dan cintaku. Aku coba lagi berpuluh-puluhkali menghubunginya, tapi ia tetap enggan menerimanya.
“Allahu Akbar Allahu Akbar,…Hayya ‘alas Sholah, Hayya ‘alas Sholah, Hayya ‘alal Falah, Hayya ‘alal Falah…”, Sekuat tenaga aku langkahkan kakiku yang lunglai menuju Masjid yang telah memanggilku untuk menemui-Nya. Tidak ada lagi energiku untuk berlama-lama dengan kekecewaanku yang sempurna. ”Nothing to lose”, aku yakin aku akan dapat sesuatu yang lebih berharga pagi ini. Rahma memang telah membuatku begitu tergila-gila dengan kecantikannya, tetapi lagu cinta-Nya seharusnya lebih indah dan dapat menetramkan hatiku yang sedang sakit ini. Pagi ini aku ingin adukan hal itu pada-Nya. Akupun kembali ke dalam  peluk-Nya sambil berucap “Marhaban Ya Syahru Ramadhan, Marhaban Syahrus Shiyami…”.
(Luthfi  Mulyadi, 02 September 2008)



Sinopsis

Boy Asmara adalah seorang yang sering bergelut dengan suara hatinya. Walau ia dikenal sebagai karyawan (Office Boy) yang religius di tengah-tengah rekan-rekan kerjanya, akan tetapi iapun memiliki cerita yang sangat kontras dengan kepribadiannya yang positif. Ia mengenal dirinya sebagai orang yang memiliki kepribadian ganda yang saling berlawanan. Suatu pagi buta, Boy dingatkan oleh alarmnya untuk mengucapkan ucapan ”selamat ulang tahun” kepada selingkuhannya Rahma. Karena tidak memiliki pulsa yang cukup, maka ia tidak dapat menghubungi pacarnya. Iapun keluar rumah untuk berburu pulsa. Pagi itu adalah pagi yang penuh dengan cerita tentang pergelutan hati dan pikirannya. Mulai dari dikejar anjing, diinterogasi satpam, ribut dengan preman pasar sampai keputusannya untuk menjalankan Mission Imposible yang gila. Pada akhirnya setelah melewati banyak ketegangan, iapun memang harus berdamai kembali dengan hati nuraninya dalam pelukan Ilahi di salah satu masjid di bilangan Kemang.




.

Tidak ada komentar: