Sabtu, 24 November 2012

vagina


Yth Pemilik Lubang

Wahai penciptaku, mimpiku adalah agar suratku ini kau baca dan semua orang tahu. Aku adalah salah satu lintah yang pernah engkau bicarakan lewat cerpenmu yang sangat dipuja-puji banyak jurnalis termasuk aku yang mendambamu. Para aktivis wanita dan sineas muda pun dengan bangga berbicara atas nama karyamu yang agung. Yth pemilik lubang, kupikir pantas saja mereka bilang engkau monyet, karena kau memang belum mampu menemukan pemilik-pemilik lintah di zaman Umar karena pergaulanmu yang sempit.  Aku pikir engkau tidak pernah membaca, paham dan yakin tentang  negeri di atas awan yang aku cita-citakan hingga sekarang. Negeri tanpa hasut dan dengki . Bangsa yang percaya bahwa ada lintah yang setia yang telah terbiasa dengan  pagar batas dialogis yang  juga kami bangun secara mapan. Berabad lebih mapan dari sandang, pangan dan papanmu.

Aku ikut berduka atas apa yang terjadi atasmu dan rekanmu yang pernah dihinggapi lintah liar . Aku berharap engkau ingin berkunjung ke perpustakaan dan membaca dan mempelajari tentang lubang Robiah al-adawiyyah atau lintah setia Jalaluddin Rumi. Sebagai seorang yang banyak tahu, kau pasti ingin mengetahui tentang mereka?. Aku sadar aku adalah juga pemilik lintah yang pernah dengan sadar mendekati dan mendatangi lubang-lubang tanpa tambalan atau yang sengaja dibuka oleh pemiliknya karena mereka haus dan lapar cinta. Cinta yang mereka dramatisir dan mereka yakini karena kebodohan, sehingga menjadi Tuhan mereka. Aku berdoa mudah-mudahan semakin sedikit lubang-lubang  yang menganga dan menunggu lintah yang lewat dan hinggap. Semoga mereka dapat mengeluarkan cairan-cairan yang terlajur menggenanginya.

Aku sarankan baiknya, untuk pertama kali adalah mengeluarkan cairan-cairan itu. Cairan-cairan berbau busuk yang terlanjur mereka simpan, cairan yang  katanya membuat kau mabuk laut dan memuntahkan cairan terakhir dari lambungmu. Setelah lendir itu tidak lagi menggenang dalam lubang, maka selanjutnya  adalah tempatkan lubangmu di lubang-Nya, jika kau telah berhasil menempati lubang-Nya maka saatnya kini memfungsikan lubangmu sebagai lubang-Nya. Percayalah ini adalah orgasme tertinggi kita bahkan tak terbatas.

 Aku yakin kita bersama bisa menutup lubang-lubang yang tidak sengaja atau karena kebodohan digali untuk memanjakan lintah-lintah yang juga kau benci.
Wahai lubang yang pernah tergenang lendir karena kebodohan, aku juga ingin adukan pilu lintah-lintah yang pernah mendatangi lubang-lubang sepertimu. Para lintah pilu karena tak terasa, nikmatnya berendam dalam lubangmu dapat membunuhnya, membunuh otak dan ide-ide cemerlang, membunuh kreatifitas, dan membunuh cinta kami. Jika kau dengarkan, para lintah pecandu dan pesakitan, mereka  akan berteriak “keluarkan kami dari kubangan lendir ini, kami tidak mau menutup mata di sini, sementara masih banyak kenikmatan dunia yang belum puas kami rasakan. Nikmat bersahabat, nikmat bertualang, nikmat bercengkrama dengan anak istri, nikmat belajar, nikmat mengenali diri sendiri dan nikmat tertinggi mengenal Tuhan dan bersatu dengan-Nya. 





Aku yakin para lubang yang terlanjur tergenang karena kebodohan tidak pernah tahu dan merasakan cinta yang indah yang penuh tanggung jawab dan tulus. Dengan begitu kami paham jika hatimu penuh dengan dendam yang terkadang  salah sasaran. Tahukah kau bahwa selangkah kami para pemilik lintah yang mendambakan negeri di atas awan mensyukuri atas kemenangan kami melawan badut-badut yang gemar bercengkrama dengan lubang-lubang pengap penuh asap menyesakkan sepertinya  di bawah topi hijau yang aneh itu. Bangga dengan kemenangan atas miss real oon yang semakin terlihat oonnya ketika membintangi film terbarunya cerita pulau.

Lubang di sekolah

Sekolah adalah benteng norma terakhir yang ada di muka bumi ini. Di sekolah kita masih dapat membaca dan mendengar Bapak dan Ibu guru mengingatkan untuk menjaga lintah dan lubang kita masing-masing. Di sekolah kita masih dikondisikan untuk berpikir sebelum mendekati lubang yang pemiliknya lelap tertidur. Di sekolah kita masih diminta untuk menulis dan menghafal sila kedua Pancasila, kemanusiaan yang adil dan beradab. Aku mengandalkanmu sekolahku. Di sekolah aku berdoa agar guruku adalah pemilik lubang dan lintah yang adil dan beradab agar aku tidak ragu lagi untuk mencontoh mereka. Jika bukan, maka aku ingin bapak ibu guru dengan rendah hati berkata “wahai anak-anakku aku adalah juga pemilik lubang dan lintah yang  pernah alfa, dengan semangat membenahi moral kita bersama,  kami siap menutup rapat-rapat lubang –lubang dan membimbing lintah-lintah kami agar selalu displin hanya mendatangi  lubang  yang sering kami datangi  setelah ucapan sakral itu. Lubang  yang menggugah hati dan lintah-lintah kami untuk siap menanggung janji yang selama ini kami abaikan. Lubang yang pernah melahirkan putra-putri mungil sempurna ciptaan-Nya. Makhluk sempurna yang kami lupakan ketika kami melihat lubang sepi menganga lainnya teronggok di pinggir jalan menuju puncak ataupun pantai. Lubang yang kami temui  ketika suasana sepi setiap sebelum makan siang di toilet gedung sebelah kantor kami.”
“Wahai pak guru, wahai ibu guru, maafkan aku jika selama ini aku membodohimu bahwa aku adalah anak kelas 1 SMP yang masih berpikiran jernih dan menurut semua anjuranmu untuk rajin belajar. Jika demikian adanya  kau dapat memahami masalahku , maka aku akan berkata jujur kepadamu. Maafkan jika  aku coret tembok kelas dan kamar mandi dengan lintah dan lubang, aku gambar lintah dan lubang sebesar-besarnya untuk menyenagkan hati dan otakkuku yang panas. Hingga pada akhirnya lintahku beberapa kali pernah mampir ke lubang teman sebangkuku, sehingga itu menjadi kebiasaan kami yang tak kau ketahui. Aku tidak kuasa menahan laju lintahku yang sangat cepat setelah aku melihat cetakan lubang tertutup selembar kain tipis transparan,, daerah putih halus sekita lubang saja dapat membuatku menjadi seperti itu, terlebih jika sangat mudahnya aku melihat lintah-lintah dengan mudahnya keluar masuk lubang-lubang yang di buka lebar di internet, di vcd temanku, di kontrakan kosong belakang rumahku, di kamar abangku, di toilet sekolah lantai 4, di hutan Universitas Negeri, di kos-kosan mahasiswa,. Tidak ada pilihan lain kecuali membenamkan dalam-dalam lintahku yang kepanasan karena ulah mereka ke dalam lubang temanku yang ku yakin dapat membuatnya dingin kembali. “Maafkan aku temanku, aku bohong mengenai ketulusan cintaku padamu, mengenai cantik dan seksinya kamu. Alasanku membenamkan lintahku kedalam lubangmu adalah karena kau adalah teman dekatku yang polos dan lugu yang sangat menghormati cinta .Sama sekali bukan karena aku cinta, bukan karena aku sayang, bukan karena kau seksi, tapi karena kau tidak menutup lubangmu dengan rapat. Temanku sayang, kau dan teman-teman bodohmu adalah sasaran empukku yang bodoh. Menutup  lubangmu hanya dengan tiga lembar kain tipis adalah kebodohan yang besar. Aku lebih memilih lubang-lubang sehat milikmu dan teman-temanmu daripada harus membayar mahal untuk mampir di lubang yang berbau busuk yang penuh virus mematikan itu. Hal ini aku pelajari dari film terbaru cerita dari Jogja yang sangat menginspirasiku.   Seharusnya kau tutup lubangmu rapat-rapat dari cerita bohong mereka tentang persamaan hak, tentang promosi parfum, promosi rok mini, promosi baju renang, promosi lagu-lagu mesum, promosi sinetron Cinta Monyet yang artisnya juga Monyet , promosi handphone berfitur video lintah dan lubang liar,  mereka semua membuatmu sangat mudah membuka lubangmu untukku walaupun kau memakai berlapis lapis kain tebal. Pak guru, Pak Ustadz, Pak Pendeta,  mengapa tidak kau katakan caranya untuk menghadapi masalah serumit ini. Sebenarnya kau tahu atau pura-pura tidak tahu ?, aku pikir adalah kewajibanmu berpikir keras dan mensikapi situasi sangat rumit yang anak-anakmu hadapi kini.
 Pada akhirnya aku pikir kita memang harus fight temanku, kita harus memilih.  Sudah sekuat tenaga kuyakinkan mereka dengan kedamaian itu tapi mereka lebih memilih otakmereka yang tak sampai.  Aku dan engkau di ujung tanduk temanku. Semoga novel dan film Laskar Pelangi dapat memotivasi kita untuk kembali menjadi bangsa yang mengenal dan mengamalkan jati dirinya yang luhur. Semoga

Luthfi Mulyadi, 05 Nopember 2008

Tidak ada komentar: