Yth Pemilik Lubang
Wahai penciptaku, mimpiku adalah agar suratku
ini kau baca dan semua orang tahu. Aku adalah salah satu lintah yang pernah
engkau bicarakan lewat cerpenmu yang sangat dipuja-puji banyak jurnalis
termasuk aku yang mendambamu. Para aktivis wanita dan sineas muda pun dengan
bangga berbicara atas nama karyamu yang agung. Yth pemilik lubang, kupikir
pantas saja mereka bilang engkau monyet, karena kau memang belum mampu
menemukan pemilik-pemilik lintah di zaman Umar karena pergaulanmu yang sempit. Aku pikir engkau tidak pernah membaca, paham
dan yakin tentang negeri di atas awan
yang aku cita-citakan hingga sekarang. Negeri tanpa hasut dan dengki . Bangsa
yang percaya bahwa ada lintah yang setia yang telah terbiasa dengan pagar batas dialogis yang juga kami bangun secara mapan. Berabad lebih
mapan dari sandang, pangan dan papanmu.
Aku ikut berduka atas apa yang terjadi atasmu
dan rekanmu yang pernah dihinggapi lintah liar . Aku berharap engkau ingin
berkunjung ke perpustakaan dan membaca dan mempelajari tentang lubang Robiah
al-adawiyyah atau lintah setia Jalaluddin Rumi. Sebagai seorang yang banyak
tahu, kau pasti ingin mengetahui tentang mereka?. Aku sadar aku adalah juga
pemilik lintah yang pernah dengan sadar mendekati dan mendatangi lubang-lubang
tanpa tambalan atau yang sengaja dibuka oleh pemiliknya karena mereka haus dan
lapar cinta. Cinta yang mereka dramatisir dan mereka yakini karena kebodohan,
sehingga menjadi Tuhan mereka. Aku berdoa mudah-mudahan semakin sedikit
lubang-lubang yang menganga dan menunggu
lintah yang lewat dan hinggap. Semoga mereka dapat mengeluarkan cairan-cairan
yang terlajur menggenanginya.
Aku sarankan baiknya, untuk pertama kali
adalah mengeluarkan cairan-cairan itu. Cairan-cairan berbau busuk yang
terlanjur mereka simpan, cairan yang
katanya membuat kau mabuk laut dan memuntahkan cairan terakhir dari
lambungmu. Setelah lendir itu tidak lagi menggenang dalam lubang, maka
selanjutnya adalah tempatkan lubangmu di
lubang-Nya, jika kau telah berhasil menempati lubang-Nya maka saatnya kini
memfungsikan lubangmu sebagai lubang-Nya. Percayalah ini adalah orgasme
tertinggi kita bahkan tak terbatas.
Aku
yakin kita bersama bisa menutup lubang-lubang yang tidak sengaja atau karena
kebodohan digali untuk memanjakan lintah-lintah yang juga kau benci.
Wahai lubang yang pernah tergenang lendir karena
kebodohan, aku juga ingin adukan pilu lintah-lintah yang pernah mendatangi
lubang-lubang sepertimu. Para lintah pilu karena tak terasa, nikmatnya berendam
dalam lubangmu dapat membunuhnya, membunuh otak dan ide-ide cemerlang, membunuh
kreatifitas, dan membunuh cinta kami. Jika kau dengarkan, para lintah pecandu
dan pesakitan, mereka akan berteriak
“keluarkan kami dari kubangan lendir ini, kami tidak mau menutup mata di sini,
sementara masih banyak kenikmatan dunia yang belum puas kami rasakan. Nikmat
bersahabat, nikmat bertualang, nikmat bercengkrama dengan anak istri, nikmat
belajar, nikmat mengenali diri sendiri dan nikmat tertinggi mengenal Tuhan dan
bersatu dengan-Nya.
Aku yakin para lubang yang terlanjur
tergenang karena kebodohan tidak pernah tahu dan merasakan cinta yang indah
yang penuh tanggung jawab dan tulus. Dengan begitu kami paham jika hatimu penuh
dengan dendam yang terkadang salah
sasaran. Tahukah kau bahwa selangkah kami para pemilik lintah yang mendambakan
negeri di atas awan mensyukuri atas kemenangan kami melawan badut-badut yang
gemar bercengkrama dengan lubang-lubang pengap penuh asap menyesakkan
sepertinya di bawah topi hijau yang aneh
itu. Bangga dengan kemenangan atas miss real oon yang semakin terlihat oonnya
ketika membintangi film terbarunya cerita pulau.
Lubang di sekolah
Sekolah adalah benteng norma terakhir yang
ada di muka bumi ini. Di sekolah kita masih dapat membaca dan mendengar Bapak
dan Ibu guru mengingatkan untuk menjaga lintah dan lubang kita masing-masing.
Di sekolah kita masih dikondisikan untuk berpikir sebelum mendekati lubang yang
pemiliknya lelap tertidur. Di sekolah kita masih diminta untuk menulis dan
menghafal sila kedua Pancasila, kemanusiaan yang adil dan beradab. Aku
mengandalkanmu sekolahku. Di sekolah aku berdoa agar guruku adalah pemilik
lubang dan lintah yang adil dan beradab agar aku tidak ragu lagi untuk
mencontoh mereka. Jika bukan, maka aku ingin bapak ibu guru dengan rendah hati
berkata “wahai anak-anakku aku adalah juga pemilik lubang dan lintah yang pernah alfa, dengan semangat membenahi moral
kita bersama, kami siap menutup rapat-rapat
lubang –lubang dan membimbing lintah-lintah kami agar selalu displin hanya
mendatangi lubang yang sering kami datangi setelah ucapan sakral itu. Lubang yang menggugah hati dan lintah-lintah kami
untuk siap menanggung janji yang selama ini kami abaikan. Lubang yang pernah
melahirkan putra-putri mungil sempurna ciptaan-Nya. Makhluk sempurna yang kami
lupakan ketika kami melihat lubang sepi menganga lainnya teronggok di pinggir
jalan menuju puncak ataupun pantai. Lubang yang kami temui ketika suasana sepi setiap sebelum makan
siang di toilet gedung sebelah kantor kami.”
“Wahai pak guru, wahai ibu guru, maafkan aku
jika selama ini aku membodohimu bahwa aku adalah anak kelas 1 SMP yang masih
berpikiran jernih dan menurut semua anjuranmu untuk rajin belajar. Jika
demikian adanya kau dapat memahami
masalahku , maka aku akan berkata jujur kepadamu. Maafkan jika aku coret tembok kelas dan kamar mandi dengan
lintah dan lubang, aku gambar lintah dan lubang sebesar-besarnya untuk
menyenagkan hati dan otakkuku yang panas. Hingga pada akhirnya lintahku
beberapa kali pernah mampir ke lubang teman sebangkuku, sehingga itu menjadi
kebiasaan kami yang tak kau ketahui. Aku tidak kuasa menahan laju lintahku yang
sangat cepat setelah aku melihat cetakan lubang tertutup selembar kain tipis
transparan,, daerah putih halus sekita lubang saja dapat membuatku menjadi
seperti itu, terlebih jika sangat mudahnya aku melihat lintah-lintah dengan
mudahnya keluar masuk lubang-lubang yang di buka lebar di internet, di vcd
temanku, di kontrakan kosong belakang rumahku, di kamar abangku, di toilet
sekolah lantai 4, di hutan Universitas Negeri, di kos-kosan mahasiswa,. Tidak
ada pilihan lain kecuali membenamkan dalam-dalam lintahku yang kepanasan karena
ulah mereka ke dalam lubang temanku yang ku yakin dapat membuatnya dingin
kembali. “Maafkan aku temanku, aku bohong mengenai ketulusan cintaku padamu,
mengenai cantik dan seksinya kamu. Alasanku membenamkan lintahku kedalam
lubangmu adalah karena kau adalah teman dekatku yang polos dan lugu yang sangat
menghormati cinta .Sama sekali bukan karena aku cinta, bukan karena aku sayang,
bukan karena kau seksi, tapi karena kau tidak menutup lubangmu dengan rapat.
Temanku sayang, kau dan teman-teman bodohmu adalah sasaran empukku yang bodoh.
Menutup lubangmu hanya dengan tiga lembar
kain tipis adalah kebodohan yang besar. Aku lebih memilih lubang-lubang sehat
milikmu dan teman-temanmu daripada harus membayar mahal untuk mampir di lubang
yang berbau busuk yang penuh virus mematikan itu. Hal ini aku pelajari dari
film terbaru cerita dari Jogja yang sangat menginspirasiku. Seharusnya kau tutup lubangmu rapat-rapat dari
cerita bohong mereka tentang persamaan hak, tentang promosi parfum, promosi rok
mini, promosi baju renang, promosi lagu-lagu mesum, promosi sinetron Cinta
Monyet yang artisnya juga Monyet , promosi handphone berfitur video lintah dan
lubang liar, mereka semua membuatmu
sangat mudah membuka lubangmu untukku walaupun kau memakai berlapis lapis kain
tebal. Pak guru, Pak Ustadz, Pak Pendeta,
mengapa tidak kau katakan caranya untuk menghadapi masalah serumit ini.
Sebenarnya kau tahu atau pura-pura tidak tahu ?, aku pikir adalah kewajibanmu
berpikir keras dan mensikapi situasi sangat rumit yang anak-anakmu hadapi kini.
Pada
akhirnya aku pikir kita memang harus fight temanku, kita harus memilih. Sudah sekuat tenaga kuyakinkan mereka dengan
kedamaian itu tapi mereka lebih memilih otakmereka yang tak sampai. Aku dan engkau di ujung tanduk temanku.
Semoga novel dan film Laskar Pelangi dapat memotivasi kita untuk kembali
menjadi bangsa yang mengenal dan mengamalkan jati dirinya yang luhur. Semoga
Luthfi Mulyadi, 05
Nopember 2008
Tidak ada komentar:
Posting Komentar