Selasa, 26 Maret 2013

Sepatu Didi


Sepatu Didi

Siang itu Didi pulang dengan wajah muram. Sepatu barunya basah akibat direndam pak Ubad di kolam ikan sekolah. Pikirannya bingung memikirkan bagaimana esok ia sekolah, sementara ia belum memiliki sepatu baru berwarna hitam kelam seperti permintaan pihak sekolah. Postur tubuhnya yang tinggi besar merupakan masalah untuk menemukan sepatu yang pas buatnya. Sementara besok ia harus segera mengikuti apel Pramuka dengan sepatu warna hitam. Siang menjelang sore itu ditengah rintik hujan di bulan Desember ia menenteng sepatu basahnya. Lebih kurang 3-4 jam sepatunya direndam di kolam ikan sebagai sanksi ketidakdisiplinannya pada peraturan sekolah.
Setibanya dirumah,”Assalamu’alaikum!”.
”Wa’alaikum Salam Warahmatullahi Wabarakatuh!”, serta mencium tangan dan pipi Ibunya tersayang.
“Kenapa Di, kok murung begitu?”, Tanya ibunya. “Didi pusing  bu!”,jawabnya sedikit ber teriak. “Ya sudah, mandi dan makan sana, ibu sudah gorengkan kamu bakwan jagung tuh”. Tanpa menjawab iapun segera merebahkan dirinya di lantai. Rumah kontrakan 3x5 meter itu menjadi tempat berteduh keluarganya dari panas dan hujan.
“Astaghfirullahal’azhiim, kok basah begini, mana berlumut lagi, padahal kan baru dibelikan sama ayahnya”,”Maaf bu, sepatu Didi direndam sama pak Ubad, peraturan sekolah mewajibkan siswa/i  menggunakan sepatu berwarna hitam”, segera Didipun menjelaskan kepada Ibunya.
“Besok Didi juga harus apel dengan sepatu hitam bu!,pokoknya kalau tidak hitam Didi tidak ingin berangkat ke sekolah bu!” tambahnya.
“Ya sudah, nanti Ibu pikirkan sekarang berangkat salat jama’ah di masjid sana!, mudah-mudahan Allah memberikan jalan keluarnya”,”Amin”.
“Masyaallah padahal sepatu itu kan baru dibelikan oleh ayahmu di, belum juga lupa dari ingatan pengeluaran yang cukup besar baru ratusan ribu rupiah dua hari yang lalu . Darimana lagi kita dapatkan uang untuk membeli yang baru, apalagi ukuran untuk kakimu yang besar kan susah sekali  Di”.pertanyaan-pertanyaan itu terus memenuhi pikiran Ibu Didi. Ia tidak  mau Didi ikut memikirkannya. Kalau bisa ayahnya yang sedang bekerja sampai  larut malam pun tidak perlu tahu. Ia seorang  diri  yang harus memikirkannya.
Segera ia beli pewarna hitam pakaian. Ia rebus hingga mendidih, lalu masukkan sepatu Didi ke dalam panci yang berisi pewarna hitam yang sudah mendidih berharap sepatunya berganti warna. Tiga menit kemudian diangkatlah sepatu tersebut”Masyaallah”,sepatu Didi pun hancur berantakan.
Demi kebaikan semua, mari maksimalkan komunikasi efektif Trilogi Pendidikan.
(Luthfi mulyadi,26 Maret 2013)

Tidak ada komentar: