Selasa, 31 Desember 2013

cikuray2821mdpl

Cikuray&Me
   Di Inggris remaja 19tahun itu melompati lebih dari 2 mobil di bawahnya dengan mengendarai mobil sebagai hadiah ulang tahunnya. Ia pun menjuarai ajang “Car Jumping” tersebut. Di 23Desember 2013 ini akupun ingin menghadiahkan pendakian istimewa ke puncak Gunung Cikuray. Alhamdulillah akupun mencapainya.
    Yang juga tak boleh dilupakan akhir tahun ini adalah Tim Futsal MTs.N1, Fauzan Izami, Firhan,Andhika berhasil finish di urutan kedua KKM1 Futsal di AK. Semoga menjadi kenangan indah kita bersama, meski aku belum puas jika belum menjadi yang pertama.
   Di samping itu, kabar sedih lainya adalah Om Syukri sahabat karib Bapakku meninggal dunia saat aku mendaki gunung. Innalillahi Wa Inna Ilaihi Roji’un.
   Padahal waktu kecil cukup sering aku menginap di rumahnya demi nonton video Zabogar, Batman Betawi atau main layangan dengan benang gelasan gratis anaknya,hehehe.
   22Desember 2013 Alhamdulillah genap usiaku 32tahun. Setelah antar umi dan bapakku melihat air terjun di daerah sentul aku menatap rencana esok hari meraih puncak Cikuray Garut Jawa Barat.
“ Innaa Lillahi Wa Innaa Ilaihi Rooji’un”
    Pukul 22.00, Sesampainya di pancoran tempatku tinggal, terpasang bendera kuning di samping rumah. Ternyata kakek Abdul Choir yang ramah samping rumahku telah meninggal dunia tadi sore. Segera aku mandi dan melayat bersama istriku. Setelah itu aku cicil packing. Ada kekhawatiran rencanaku esok tidak berjalan lancar karena harus mensalatkan jenazah terlebih dahulu dll. Di luar dugaan, aku berhasil menjaga Izza saat ibunya rapat, mengantar Cing Ati melayat, dan belanja keperluan logistikku. Alhamdulillah.
   Setelah ikut salat jenazah di Musholla Al-Hamid dekat rumah, segera aku ambil langkah seribu. Konsentrasi sekarang terpusat di liang lahat depan Masjid Al-Munawwar, sehingga sekitar rumah sepi. Waktunya aku keluar membawa carier 80literku yang cukup tinggi. Jika masih ramai pasti tak nyaman menjadi pusat perhatian di tengah kesedihan keluarganya.
“Maaf ya, mungkin lusa malam aku baru bisa ikut membaca dzikir dan arwah di kediaman bapak”
   Gerimis kecil menghiasi perjalananku menuju PO. Primajasa di daerah Cawang. Bus meninggalkan PO. Pada pukul 14.00. Sedikit  terhambat macet di Bekasi seperti biasa. Pukul 19.30 bus sampai di terminal Guntur Garut. Alhamdulillah. Ojek antarku menuju pangkalan Ojek Genteng Cilawu sekitar 6KM dari terminal. Rp.20.000,- sepertinya cukup wajar sebagai ongkosnya. Hujan rintik-rintik dan angin pegunungan yang sejuk mulai menyapaku dengan lembut menyusul tanjakan mendaki bukit lewati pesantren Darul Arqom yang pernah kusinggahi. Tepatnya kediamannya Pak Andi Yusuf teman PPG PBA 2012-2013.
   Pukul 20.00 aku tiba di pangkalam Ojeg Genteng Cilawu. Kuhubungi Pak Deni yang juga teman PPG untuk menjemputku. Untung sekali punya teman di banyak daerah. Tak lama Pak Deni sampai dan aku langsung diboncengnya menuju Istananya. Jalan menurun lalu menanjak cukup ektrem segera tersaji di tengah-tengah hamparan sawah yang indah. Meski gelap lampu motor beberapa kali sempat menyorot ke rimbunan sawah yang hijau. Jalan yang rusak dan menanjak kembali menjadi hambatan. Jalan ini rusak karena aliran air hujan yang begitu deras mengalir serta sanitasi yang tidak baik di desa tersebut.
    Pak Deni yang rendah hati ternyata punya Istana yang bagus dengan kolam ikan di depan rumahnya. Bisa jadi aku adalah teman pertamanya yang menikmati menginap di rumah yang baru di renovasinya itu. Alhamdulillah. Hidangan teh dan nasi panas segera disuguhkan. Subhanallah, Alhamdulillah betapa nikmatnya di tengah dinginnya udara di malam hari di kaki gunung dengan menyeruput teh dan makan nasi panas+telur+tahu+ikan goreng.
   Malam itu kita cukup banyak berbincang. Ternyata Pak Deni  juga aktifis remaja masjid dan cukup dikenal di Cilawu. Beberapa kali diminta menyerahkan pengantin dalam suatu akad nikah, bahkan sampai selevel anak Bupati pernah ia lakoni. Katanya Universitas kehidupan memaksanya kompeten dalam banyak tugas sosial. Jika ujian kampus salah satu kita masih dapat nilai 90, tidak dengan Universitas Kehidupan. Kita dituntut tampil sempurna, makanya perispannyapun harus dengan sangat baik. Subhanallah.
   Tak lama pagipun menjelang. Tidur di kasur yang empuk buatku prima di pagi hari. Alhamdulillah. Pukul 05.00 bangun, sikat gigi lalu salat subuh. Setelah itu pak Deni sempat mengajakku berkeliling desa melihat-lihat SMP tempat ia mengajar sementara istrinya menyiapkan sarapan. Pukul 08.00 barulah pak Deni antarku menuju pemancar, tempat melapor sebelum pendakian dimulai. Sebelum sampai di sana pak Deni sempat jatuh terperosok karena jalan lumpur yang licin. Di tengah kebun teh pagi hari itu sempat juga aku mencoba mengurut tangannya yang terkilir meski belum sempurna hasilnya.

    Pukul 09.30 sampailah kita di sana. Pak deni membuka bekal  sarapannya. Kitapun makan dengan lahapnya. Subhanallah,nikmatnya sarapan dengan telur dadar,ikan goreng, tahu dan cabai pagi hari itu. Lebih dari tiga rombongan telah siap memulai pendakian. Rata-rata mereka dari Bandung dan sekitarnya. Melihat cukup banyak orang yang akan melakukan pendakian, akupun tambah bersemangat, meskipun pak Deni tidak ikut karena kurang fit.

   10.30 akupun memulai pendakian setelah foto-foto bersama pak Deni.
“Bismillahirrahmanirrahim”
“sukses ya fi,hati-hati di jalan!”
“oh iya, nuhun kang”

   Track awal pendakian disuguhi oleh kebun teh dengan tanjakan tanah liat yang licin kala diguyur hujan. Panjangnya kurang lebih 500m. Menyusul kemudian adalah ladang kol petani dengan hiasan alang-alang rumput liar di sekitarnya, seperti halnya jalur gunung putri gunung Gede sepanjang 700m. setelah itu barulah kita memasuki pintu hutan dengan pohon-pohon cukup tinggi dan rindang.
   Dua rombongan di depan tak tersusul. Cepat sekali pergerakan mereka. Herannya satu rombongan justru turun kembali karena cuaca tidak bersahabat dan rekannya yang sakit kata salah seorang dari mereka. Pikirku kabut adalah hal yang biasa terjadi di banyak gunung. Luar biasanya solidaritas mereka.

   Masyaallah. Artinya tinggal aku yang tersisa harus menyusul dua rombongan yang telah jauh meninggalkan pos1 jika ingin bersama. Kejadian itupun terulang kembali seperti di gunung Slamet dan Ciremai. Mendaki sendiri sejak pos 1 entah akan bertemu di mana teman-teman yang lain. Menikmati dingin, dan gelapnya hutan yang tertutup kabut  sendiri, ya sendiri.
“Memasuki  Hutan,Waspadalah”
   Tulisan yang terpampang jauh sebelum pos1 itu benar-benar membuatku cukup waspada. Teringat cerita pak Deni waktu ia diikuti oleh anak macan tutul karena amisnya bau darah entog yang dibawanya ke puncak Cikuray. Teringat juga jejak macan yang kutemukan di lumpur kebun teh. Jejak itu jelas berbeda  sekali dengan jejak babi hutan yang khas dengan kukunya yang pecah dua. Ada pemangsa berarti ada yang dimangsa. Lucunya pak Deni menyebut macan tutul gunung Cikuray dengan sebutan meong. Mungkin biar tidak terlalu menakutkan. Ya sudahlah, semoga saja aku tidak berjumpa dengan mereka. Amin.
   Alhamdulillah,tiap pos  kutempuh rata-rata 1 setengah jam perjalanan. Sehingga di sampai di Pos 4 saat itu sekitar pukul  15.30. Di sana barulah aku bertemu salah satu rombongan dari Bandung. Mereka adalah  Elis ITB, Luthfi, Nafis ITENAS,Jeese, Gilang UPI. Sampai pos 6 dengan angina kencang, hujan dan kabut kita bersama dengan joke2 ala mahasiswa yang kerap menyebut istilah-istilah ilmiah seperti parameter, rumusan masalah, ukuran,etimologi dll. Untung ada mereka yang membuatku tambah semangat. Semakin banyak pendaki semakin banyak energy yang berkumpul saling menguatkan. Gengsi juga kalau tidak kuat,hehehe..

   Pukul 17.50 kita sampai di pos7. Anehnya walau suasana sudah remang teman-teman tidak buru-buru untuk membuka tenda. Mereka lebih memilih mengejar sunset yang tersisa di puncak. Tak peduli dengan keamanan barang-barang, mereka berlomba menuju puncak yang hanya berjarak 100 meter. Melihat mereka berlari, akupun ikut. Benar saja, senja itucantik sekali  di hiasi oleh lautan awan khas puncak gunung Cikuray dan sunset yang sempurna. Pasti sangat rugi jika aku tidak mengikuti mereka. Mereka pasti memiliki pengalaman yang lebih banyak dariku, dilihat dari ketenangan mereka menghadapi situasi seperti ini. Situasi ketika harus memilih mendirikan tenda  sebelum hari bertambah gelap atau menikmati sunset yang mungkin akan tergantikan dengan sunrise esok harinya.

   Kurang dari setengah jam berada di puncak kamipun turun. Keadaan sudah semaki gelap. Merekapun dengan tenang mulai bekerjasama mendirikan dua buah tenda. Menurut mereka tendaku tak perlu didirikan karena 2 tenda cukup menampung kita semua. Langsung saja aku mengeluarkan lampu badai dan alat masakku dan mulai memasak air panas. Di situasi letih dan sangat dingin ini kita pasti butuh air panas. Seduh energen dan langsung berbagi bersama mereka. Alhamdulillah dengan sangat senang hati menerimanya.
   Selanjutnya adalah mengobati rasa laparku. Kurebus mie dengan telur ,campur nasi , ikan, tahu yang kubawa dari bawah. Benar kata kang Deni. Makan cabai di gunung sangat-sangat nikmat. Sebelum makan kupastikan memberitahu kalau aku sudah sangat lapar sehingga harus makan terlebih dahulu. Sepertinya egois, tapi pikirku ini sangat penting demi menjaga kesehatan tubuh. 1jam di luar tenda 19.00-20.00 masak indomie+telur+telur asin+nasi+ikan+tahu+makan minum susu bear brand. Nikmat sekali rasanya. Alhamdulillah.
   Buang air kecil, ganti celana &cd. Mantaaaaaaap. Ini adalah pertama kali aku kuat berada di luar tenda karena tidak nyaman jika buru-buru masuk ke dalam tenda orang lain. Makanya alternatifnya adalah berkegiatan di luar dalam keadaan gelap.
   Pukul 20.10 masuk tenda,salat istirahat sementara yang lain memasak makanan.baik sekali mereka meski tahu aku sudah makan, tetap mereka menawariku makan. Akupun menolaknya dengan baik.
   Seperti biasa, malam terasa panjang sekali karena dinginnya udara yang membuat kita sering terbangun. Akhirnya jam waker membangunkan kita pada pukul 04.30. Tayammum dan salat subuh. Segera kita melawan dingin berharap mendapat sunrise di puncak. Menunggu 1jam sunrise tak kunjung keluar. Pagi ini cuaca mendung khususnya di sebelah timur. Untung saja kemarin sore sempat menikmati dan mendokumentasikan cantiknya sunset Cikuray.

 
Pukul 09.00 setelah sarapan bersama, aku pamit turun terlebih dahulu setelah packing pastinya. Perjalanan yang masih panjang ke Jakarta dan factor fisik menjadi pertimbangannya.

“Toh bisa jadi aku yang turun terlebih dahulu akan tersusul oleh mereka karena muda usia dan fisik yang prima”
“Terimakasih semuanya ya, mudah2an kita bias silaturrahim lagi, Assalamu’alaikum”
“Sama-sama kang, wa’alaikumussalam”
   Alhamdulillah pukul 11.00 aku tiba di pos pendaftaran. Cukup cepat bagi seorang yang sudah berkepala tiga. Seperti prediksiku, mereka menyusulku di pos2.
   Tak lama setelah melapor diri, segera kulanjutkan perjalanan ke rumah kang Deni. Jaraknya sekitar 4km dari pemancar menuruni kebun teh yang berkelok-kelok dan ladang petani setelah itu. Siang itu panas sekali meskipun berada di daerah kebu the. Masyaallah. Beberapa kali aku harus beristirahat karena panas dan sangat lunglainya kaki ini yang telah berjalan lebih dari 10km.
   Di ujung desa yang bernama Ciharus aku digonggong anjing. Masyarakat di sini banyak memelihara anjing untuk berburu babi hutan,musang dan tupai. Anjingpun terus menggonggong dan mulai mendekatiku. Segera aku menunduk dan mengambil batu berpura-pura ingin melemparnya. Ia tak berhenti menggonggong. Bahkan pemiliknya sempat berkata kasar padaku karena menganggap aku melempar anjingnya.
   Anjing menggonggong kafilah harus berlalu. Istilah ini agaknya tak begitu tepat dalam situasi ini. Seorang kang Deni yang cukup dikenal di Cilawu saja pernah digigit oleh anjing yang pemiliknya yang tak bertanggungjawab. Pemilik dan anjingnya melarikan diri saat diminta pertanggungjawaban. Jika anjing punya insting yang kuat  apalagi manusia. Sikap waspadaku menundukkan diri dan mengambil batu adalah antisipasi agar tidak menjadi korban gigit lari.hehehe…
   Pukul 14.00 tiba di rumah kang Deni. Mandi, packing, serta makan siang leunca,sambel, ikan asin,tahu dan pastinya nasi panas. Subhanallah, Alhamdulillah, nikmatnya. Waktu asarpun tiba. Salat ‘Asar +Zuhur lalu pamit kepada kang Deni dan keluarga.
“Nuhun kang Deni, maaf dah banyak ngerepotin”
“Jangan kapok ya”
“Enggaklah kang dikasih makan enak gini masa kapok, masih ada papandayan kang,hehehe..”
   Pukul 16.00 tiba di terminal Guntur. Primajasa berangkat setengah jam kemudian.
Alhamdulillah tiba di Jakarta pukul 22.00.

P20 Pancoran – Cililitan                                                                   Rp.    3000,-
Angkot Cililitan – PO Primajasa                                                       Rp.    3000,-
Primajasa Garut                - Jakarta PP                                            Rp. 84.000,-
Ojeg Terminal Guntur-Pangkalan ojeg genteng  Cilawu                     Rp. 20.000,-
Ojeg rumah kang Deni – Ojeg Genteng                                            Rp  10.000,-
Angkot Cilawu – Terminal Guntur                                                    Rp.    3000,-
Taxi pasar Rebo – Pancoran                                                            Rp. 45.000,-
                                                                                                                   Rp.168.000,-


(Luthfi mulyadi, 01 Januari 2014)

Tidak ada komentar: