Selasa, 09 April 2013

Eman & UTS


Eman dan Ujian Tengah Semester

“Eman,coba kerjakan sendiri!”
tegur guru seorang  guru yang menjadi pengawas di  kelasnya. Selang lima detik kemudian. Eman kembali meminta bantuan kepada teman yang duduk di belakangnya.
”Eman!’
kali ini dengan kalimat  yang lebih pendek, hanya menyebut nama.
“Apaan sih pak!”,
Jawabnya tegas.
“Waduh galakan dia?”,
Tanpa perasaan bersalah ia malah membantah. Syukur pak pengawas sadar benar kondisi di sekolah tempat Eman dkk melaksanakan KBM dan Ujian Tengah semester adalah sekolah dengan sistem yang tidak jelas.   Sehingga ia terus berpikir bagaimana cara yang bijak menghentikan kegiatan mencontek yang tiap ujian terjadi dan dianggap sebagai tradisi. Dengan tenang sambil menahan emosi pak pengawas pun menanggapi.
“Coba kerjakan sendiri”,
saking bingungnya kembalilah ia ke format pertama
“Kaya gak pernah nyontek aja!”,
komentar Eman lagi.
“Masyaallah”,
dan pak pengawaspun menyerah. Percuma menjelaskan  kepadanya bahwa  tidak semua guru pernah mencontek. Kalaupun pernah, sekarang gilirannya menegakkan kedisiplinan. Perampokpun tidak menginginkan anaknya juga merampok.  Kalaupun ia ditegur saat mencontek, pasti ia akan menerima kesalahannya dengan lapang dada.
 Mari bayangkan suatu pertandingan tanpa wasit pengadil di lapangan. Para pemain akan bermain seenaknya tanpa menghormati peraturan dan hak lawan sebagai manusia. Sehingga sangat pentinglah peran wasit di sana. Begitu juga ujian. Saat itu hak seorang untuk mendapat nilai tinggi idealnya dijaga dari gangguan temannya yang memaksa meminta jawaban. Jika ada yang melanggar maka akan dikenakan sanksi sama halnya dengan pemain sepak bola yang berlaku kasar mentekel lawannya.

Dalam kesempatan lain, dari luar jendela Cici sedang memberi bantuan jawaban kepada temannya. Tidak hanya Cici, diluar ruangan-ruangan lain teman-teman yang sudah selesai juga memberikan jawaban mereka dengan bebasnya. Banyak pengawas yang sudah tak berdaya memperingati mereka.
Makin cepat, makin baik?
Sambil menikmati istirahat jeda mata pelajaran yang diujikan, para guru dan panitia membicarakan siswa-siswi yang semakin cepat selesai mengerjakan soal ujian.  Alih-alih menggambarkan kompetensi mereka yang semakin baik, kecepatan mereka dalam menyelesaikan soal ujian ternyata menunjukkan :
1.       Ketidakpedulian terhadap hasil belajar
2.       Mudahnya mendapat contekan dari banyak teman
3.       Ketidakpedulian guru dan pengawas terhadap pelanggaran yang terjadi saat ujian
4.       Pelanggaran-pelanggaran yang  terjadi saat ujian
5.       KBM yang tidak efektif dan effisien
6.       Tradisi mencontek yang hampir mengakar
Data-data tersebut berdampak pada pemikiran “kalo bisa nyontek, ngapain belajar-untuk apa belajar kalo gampang untuk dapat contekan. Jika demikian, tagihannya adalah nilai yang bagus bukan akhlak yag bagus.
Menyedihkan memang membicarakan tentang tujuan pembelajaran di sekolah ini. Tujuan yang sangat dangkal, sebatas membuat siswa mampu menjawab soal ujian. Hal ini tergambar dari kinerja banyak guru yang tidak mengejar tujuan luhur lainnya selain tujuan dangkal dapat menjawab soal ujian. Ironi, saat SMP tetangga sedang bekerja keras membangun karakter dengan apel tiap Jum’at pagi, kita yang seharusnya lebih paham ilmu agama membiarkan siswa/i mencontek. Semoga kita segera bertobat.
(Luthfi mulyadi, 09 April 2013)

Tidak ada komentar: