Minggu, 20 Juli 2014

Afra&penjahat berpeci

Afra & Penjahat Berpeci
Sebuah cerpen





“eh, ada Afra?”
Tegurnya kepadaku. Aku menoleh lalu meninggalkannya.

“Loh, siapa ra?”
Tanya ibu kepadaku.

“bukan siapa-siapa bu”

Jawabku. Ibupun mengikutiku dari belakang  bersama adik-adikku. Selama ini ibu cukup mengekangku. Salah satunya dengan menemaniku tuk jalan malam meski di bulan Ramadhan.

Tak tanggung-tanggung ia membawa serta dua adikku yang masih berumur 5 dan 3 tahun. Ya ampun, apa kata teman-teman nanti jika mereka  menemukanku jalan dengan ibu dan adik-adikku. Sangat memalukan.

Sesampainya di rumah ibu kembali mengejarku dengan pertanyaan.

“ra, tadi siapa sih?,kok rapih banget pake peci gitu?”

“orang bilang bukan siapa-siapa, penjahat juga bisa kan pake peci?”

Jawabku agak ketus.

“masyaallah afra, kok jawabannya gitu sih sama ibu?”

Tak mampu lagi lidah ini berkata, akupun mengunci pintu di dalam kamar. Serasa mulut ini menyakiti hati ibu.

Astaghfirullahal’azhiim. Ya Allah, kok Afra jadi gini ya?, tanyaku dalam hati. Ada kebingungan yang sangat besar kenapa ini bisa terjadi.

Kucoba lagi gunakan otakku untuk berpikir. Kata guru  BK, jangan melulu gunakan perasaan jika ingin memecahkan atau menghadapi suatu permasalahan.
Akhirnya otakku sampai pada pertanyaan ;

“sebenarnya ia atau ibumu yang kau benci?”

Tak terlalu sulit memilihnya meski kadang aku juga membenci ibuku. Aku jelas lebih membencinya. Ya, penjahat berpeci yang mencoba bermuka manis menegurku. Segera aku hampiri ibu dan meminta maaf padanya.

“bu, maafin Afra ya”

“gak apa-apa sayang. Kalo boleh tahu siapa sih yang negur kamu semalam?”

“ih, ibu gak penting ah, mending aku bantu ibu cuci piring sekarang”

Kucoba lagi mengalihkan pertanyaan ibu dengan menawarkan pertolongan.

“sayang, penting sekali untuk ibu tahu, siapa sebenarnya dia. Kalo dia benar-benar penjahat yang bisa menculik kamu gimana?, ibu kan gak mau kehilangan anak ibu yang manis dan pintar ini.”

Sambil memeluk dan mencium dahiku. Pertanyaan yang sulit sekali untuk kujawab. Masyaallah haruskah aku cerita tentang aib seorang guru kepada ibu.

“ra, kok jadi bengong sih?”

“oh, gak apa-apa kok bu”

“jadi siapa sebenarnya penjahat berpeci semalam?, bukan menteri agama RI kan?,hehehe”

“iiih, ibu masih bisa bercanda aja. Ia guru Afra bu.”

“Oh, guru kamu. Terus  kok kamu keliatan benci banget sama dia, emang kamu pernah diapain?”


“Itulah juga yang Afra ingin ceritakan ke ibu. Bingung banget bu tentang kondisi sekolah. Kepala sekolah  yang katanya korup, guru yang pacaran sama murid, guru yang pacaran sama guru  guru mencuri, guru yang yang suka berkata cabul di hadapan kita, guru pemberi harapan palsu,  guru yang merokok, guru yang meminta belikan rokok, guru yang menghukum muridnya karena ketahuan merokok, guru yang membela muridnya yang kriminal agar dinaikkan kelas, guru yang hobinya ngobrol  dan tertawa terbahak-bahak hingga terdengar sampai lantai 2, guru yang menawarkan untuk pindah sekolah karena keadaan tak lagi kondusif, pokoknya banyak deh bu”


“Masyaallah segitu banyaknya permasalahan, kamu tahu dari mana?”

“dari diskusi teman-teman dan  guru-guru bu”

“Trus tentang penjahat berpeci gimana?”

“kata teman-teman ia pacaran sama temanku, padahal ia dah punya istri”

Masyaallah, terus?”

“Sebenarnya aku simpati sama dia . Dia cukup peduli ketika yang lain dah hampir lepas tangan tentang perkembangan aku dan teman-teman. Ia masih menyempatkan memanggil dan menasehati kita jika ada perilaku kita yang salah dengan cukup santun, padahal ia cukup sibuk dengan urusannya. Ia terus mendorong kita tuk berkarya, khususnya menulis. Ia lebih sering memberi  motivasi dengan contoh nyata dibanding guru BK-ku.”

“Jadi benci apa cinta neh?”

“Iiih, ibu. Itulah bu yang aku bingungkan. Aku meyakini karena semrawutnya sistem sekolah tanpa ada usaha pembenahan yang serius, tak lama ia pun juga terseret  kasus. Teman-teman terlanjur membencinya bu. Seakan tiada maaf baginya. Aku jadi bingung deh harus gimana.”

Subhanallah, anak ibu dah pinter banget ya. Ibu bangga banget punya anak kayak kamu sayang. Kamu dah bisa analisa sejauh itu. Ibu seneng banget kamu bisa cerita banyak ke ibu. Artinya kamu masih percaya sama ibu dibanding teman-teman yang mungkin terlalu mengedepankan emosi”.

“Hal ini tak bisa dibiarkan. Ibu mau anak ibu berkembang dengan optimal, bukan malah terkubur dan busuk bersama sistem yang bobrok. Ibu akan bayar berapapun agar anak ibu bisa jadi anak yang saleh. Satu lagi pertanyaan ibu ,terus  siapa yang anjurkan kamu tuk pindah sekolah?”

Agak lama aku berpikir tuk menjawabnya. Pasti ibu juga akan heran mendengar hal itu.

“yaaaaaaaaa, penjahat berpeci itu,hehehe...”

“Haaah,Masyaallah????”

Keduanya pun  tersenyum dan saling berpelukan. Semoga Afra mendapat pendidikan yang jauh lebih baik di sekolah barunya. Amin.

Luthfimulyadi,20/07/14-06.45





Tidak ada komentar: