Minggu, 22 Maret 2015

Aku pandai merusak

Tak ada pensil yag harus diraut
Tak ada kelas yang harus dibersihkan
Tak ada sampah yang harus dipungut
Tak ada...
Pensil sudah dirautkan
Kelas sudah dibersihkan
Sampah telah dipungut
Haha...


  Minggu ini adalah minggu UAMBN (Ujian Madrasah Berstandar Nasional).Sepuluh dari dua puluh meja di hampir tiap kelas mengalami kerusakan. Tidak adanya triplek kolong meja, kaki meja yang tak lagi kekar menopang, step pijakan kakipun patah.

  Meja-meja penuh coretan. Hampir tiap hari bertambah. Tanda tangan, jawaban ulangan, curahan hati, kata-kata kasar dan kotor bahkan gambar penis pun ada. Alasan pencoret adalah kakak kelas mencontohkan hal demikian. Tak sedikit juga yang mengukir nama atau kata-kata tak jelas dengan benda tajam.

  Mungkin sepakat dengan ketersediaan anggaran untuk merawat/mengecat bahkan membeli yang baru. Masalahnya kemudian dimana letak pendidikan "bertanggung jawab" jika anak tidak lagi diminta pertanggungjawaban jika ia berbuat salah mencoret bahkan merusakkan meja berjamaah dengan sengaja?.

  Para pelaku pencoretan dengan nama yang sangat jelas dibiarkan saja melakukan lagi dan lagi pada banyak meja dan tembok. Kalau jawabanya adalah memberi anak hak berekspresi maka seharusnya ekspresi tersebut dilakukan pada media-media yang tepat. Melukis atau berkaligrafi sangatlah tepat menjawab masalah ini. 

  Jika harus curat, curhatlah dibuku diary yang sifatnya privacy. Sekali lagi pendidik dan tenaga pendidik tidak membimbing anak-anak bagaimana seharusnya menjaga kerahasiaan. Maka tak heran di banyak media sosial diumbar banyak hal yang seharusnya dirahasiakan.

  UAMBN tahun ini anak-anak disediakan papan jalan, dan pensil yang telah diraut, mungkin dengan pertimbangan anak terlalu sering kehilangan pensil dll,terlalu banyak yang harus mereka pikirkan. 

  Jika dipikirkan kok sama ya kompetendi anak kelas IX dengan anak TK yang masih sering kehilangan pensilnya. Jika demikian kompetensi mereka kelas IX  dalam bertanggungjawab jelas tidak mengalami progress. 

"Halloooo masa sih kelas IX sama dengan anak TK?, Hadeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeh"

  Jika saja ada yang memberikan mereka sanksi sebagai bentuk pendidikan yang menagih progress tiap jenjang level pendidikan pastilah takkan sama kelas IX dengan anak TK. Semoga saja kelak mereka segera  dapat dengan cepat belajar bertanggung jawab dalam banyak hal sehingga tak menjadi generasi yang semakin menyedihkan.Amin





Tidak ada komentar: